19.4.13

Sometime, something will be different (10/10)


Tittle : Sometime, something will be different
Cast  : Lee Jiah
           Jo Youngmin
           Kim Hana
           And other cast
Genre : Sad Romance
Rating : T
Warning!! FF iniadalahmurnidariotakkecilsayasendiri. Jikaadaalur yang samaatauadegan yang sama, itusemuakagakdisengajawoy *PLAK! XDD Walaupunceritainibisadibilanggacukupbagusuntukukuranseorang author sepertisaya (dibandingkandengankarya-karya Meg Cabot ataupun Stephanie Meyer atau yang lainnya), diharapkan yang membacamemberisedikitsajapenghargaanbagisayaselaku yang membuat..
Hati-hatijugadenganbom Typo yang siapmeladak di tengah-tengah FF ini..Maklum, saiajugamanusia :3Bahasa yang sayapakaimungkinsedikit-banyakagaksangatmembingungkanuntukpara readers *huahaha* Harapdimaklumisajaya, readers-deul *aegyobareng Boyfriend*

Chapter 10 : Am I A Loser Or A Winner?
 

~(‘o’ ~) Let’s start the last chapter in this FanFiction (~ ‘o’)~



Youngmin POV
Dengan langkah gontai, aku berjalan menuju kamarku. Aku hanya ingin beristirahat dan tidur. Dan ketika aku bangun tidur nanti, yang kudapatkan adalah semua ini hanyalah mimpi burukku. Tolong, kumohon. Jangan bilang kalau ini semua kenyataan.

Padahal aku sudah menemukan organ pengganti untuk yeojachinguku-Lee Jiah. Sebuah hati pengganti untuk hatinya yang telah rusak gara-gara penyakit kanker hati sialan itu. Kanker hati yang sudah menunjukkan stadium 3. Tapi, kenapa Jiah? Kenapa kau meninggalkanku? Kau sudah tak mencintaiku lagi, eoh?

Ketika aku membuka pintu kamarku, hal pertama yang kulihat adalah sebuah kasur ukuran Queen Size dengan sprei berwarna biru. Aku tersenyum miris, mengingat apa yang dulu kulakukan pada Jian diatas kasur itu. Hal yang tolol dan bodoh.

Aku berjalan pelan kearah kasurku itu. Kududukkan pantatku di tepiannya. Tanganku perlahan mengelus-elus permukaan kasur itu. Hatiku terasa sakit sekali. Seperti ada yang tengah menggenggamnya kuat-kuat. Membuat mataku perlahan memanas.

“WAE!? WAE REONI!!?? WHY YOU LEAVE ME LIKE THIS!!!!??”, teriakku lepas kendali dan langsung menangis diatasnya. Bila banyak orang yang mengatakan bahwa lelaki adalah makhluk yang kuat, itu adalah tidak sepenuhnya benar. Dari segi batin, hati laki-laki sangat lemah dalam menanggung beban. Hingga akhirnya membuat mereka berteriak dan mungkin saja membuat masalah baru atau bahkan bunuh diri. Seperti yang sedang kulakukan. Meluapkan semua rasa sakit dan perasaan kalut yang tengah kurasakan.

“Wae? Wae reoni, Jiah? Wae?”, ulangku lirih sedikit tersenggal-senggal disela-sela isakan tangisku. “Aku tak mau seperti ini. Aku tak mau akhir yang seperti ini..”, tambahku lirih. Kubiarkan semua liquid-liquid bening yang kupunya jatuh dari tempatnya. Berharap itu dapat meringankan semua beban ini. Semua rasa sakit ini.

Mataku terasa berat dan tubuhku terasa angat letih dan lelah. Tak kusangka, karena kejadian ini saja, aku begitu lemah seperti ini. Akupun terlelap. Tenggelam dengam liquid-liquid milikku yang menggenang disekelilingku.

Lee Jiah. Hanya nama yeoja semamapai itu yang terus menerus berlintasan di otakku. Suaranya selalu terdengar ditelingaku. Wajahnya selalu terbiaskan di kedua kelopak mataku. Senyumannya yang seiring waktu kian menyayat hatiku. Tatapan matanya yang kurindukan. Aura dinginnya yang juga kurindukan. Semua yang ada pada diri yeoja semampai itu.

Jiah.. Yeoja yang telah membuatku bertekuk lutut hanya dengan arah pandangan matanya yang setiap pagi tertuju padaku. Yeoja yang telah berani merendahkan harga diriku di kantin sekolah. Yeoja tak berperasaan yang pernah nyaris meninggalkanku saat kakiku terkilir dan tidak bisa berjalan. Yeoja yang sangat kusayangi bahkan sebelum kami saling mengenal.

Tatapannya yang terkadang terlihat teduh namun terkesan dingin. Rona merah dipipinya waktu itu[baca di chapter 5]. Tangannya yang lembut dan hangat. Perasaannya yang tulus kepadaku. Tuhan, kumohon. Katakanlah jika semua ini hanyalah bunga tidur yang Kau berikan kepadaku. Kumohon, jangan berkata ini semuanya adalah nyata. Aku tak bisa hidup jika seperti ini. Kumohon, Tuhan...


3 Bulan berlalu semenjak hari itu...

Cha, cha kaedatgaejyo~ [I’ll realize as time goes on]
Wae ireohkae ganeunji? [Why you left like this?]
Byol, byol saenggak ttaeme~ [With all these different thoughts]
Maeuman, maeuman.. [Onlu my haert, my heart]

Geujo haruga do jinaseul ppun mwo hana dallajinge eomneundae neoneun wae?
 [Only a singleday has passed and nothing has changed but why?]
Han madi maldo eobsi seulljeok sarajoboryeo naega guri
[Why did you slip away and dissapear without a single words]
Mot mideowonni neon [Was i that not reliable?]

Aku menengadahkan kepalaku menatap langit biru. Udara mulai terasa dingin di musim gugur ini. Daun-daun pohon maple yang mulai berguguran satu demi satu. Melukiskan semangat hidupku yang semakin lama kian menipis dan meranggas seperti pohon maple itu.

Aku melihat kebawah. Terlihat lapangan olahraga yang luas dan sepi. Pandanganku kosong. Lapangan itu, tampak seperti hanya sebuah bidang datar tanpa warna. Tak menarik. Jika Jiah ada disini, disisiku saat ini, apakah aku akan mendapatkan iris mataku kembali? Semuanya hanya tampak berwarna hitam-putih saat ini.

Aku merapatkan mantelku dan segera turun dari atap sekolah saat mendengar bunyi bel yang nyaring menggema tanda waktu istirahat telah habis. Tak lupa ponselku kuraih dan kumatikan play music-nya. Jiah, I’ll be there..


_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _


“Ingin main bola, hyung?”, tawar saeng 6 menitku sambil mendrible bola basket ditangannya dengan ringan.

“Ani.”, jawabku singkat.

“Aku traktir deubokki kalau kau menang dariku.”, tawarnya lagi.

Aku hanya menatapnya kosong dan datar. Tiba-tiba, aku merasa seperti angin membisikkan serangkaian kata di telingaku. Seperti “Ayolah, bermainlah! Atau jangan-jangan, kau tidak bisa bermain, eoh?”. Suara yang lembut dan khas milik seorang yeoja yang sangat kurindukan belakangan ini.

Kutelusuri keadaan sekitarku. Tidak ada siapa-siapa kecuali aku dan saeng 6 menitku. Aku menghela nafas panjang. Apa kau ingin aku bermain basket, Jiah?, tanyaku dalam hati sambil menengadah menatap langit yang mulai senja.

Sedetik kemudian, dengan lembut, angin membelai wajahku. Sedikit menerbangkan syal yang melilit leherku. Aku tersenyum simpul lalu memandang Kwangmin. “Traktir, oke?”, tanyaku memastikan lalu melempar ranselku sembarangan dan berjalan santai kearahnya.

“Keurom.(Tentu.)”, jawab Kwangmin singkat lalu mulai bergaya dengan permainan basketnya.

Aku hanya menyeringai bosan. Entah mendapatkan energi dari mana, dengan cepat aku bisa menguasai bola yang tadinya ada dibawah kekuasaan Kwangmin. Mendrible-nya hingga mendekati ring. Ku-shoot dan.. BINGO!

Seiring dengan dentuman bola basket ini, jantungku memompa lebih cepat dari sebelumnya. Membuat peluh mengalir dari kedua pelipisku. Begitu juga keadaan Kwangmin. Aku tak tau lagi, sudah berapa lama kami terus bermain dan mencetak angka. Nafas kami saling memburu.

Aku, dengan gontai, berjalan menjauh lalu duduk bersandar di pohon maple terdekat. Kenapa rasanya seperti tubuhku ini tidak berolahraga selama 1 tahun ya? Tubuhku terasa sangat letih sekali.

“Deubokki~”, teriakku keras ke arah Kwangmin yang masih saja bermain dengan bolanya. Kwangmin menoleh lalu terkekeh pelan.

“Air mineral terlebih dahulu.”, ucapnya sambil melemparkan sebotol air mineral kearahku yang dengan sigap kutangkap dan kuteguk habis isinya.

Kwangmin ikut berselonjor disampingku. Nafasnya masih terengah-engah dengan keringat menghiasi[?] wajahnya XD. Sama seperti keadaanku tadi -,-

“Aku merasa seperti deja vu.”, ucapku santai sambil terkekeh pelan.

Kwangmin, kulihat, hanya tersenyum simpul.

“Bermain basket sampai lelah. Kau memberiku sebotol air mineral. Beristirahat dibawah pohon maple. Dan aku yang melihat ke arah sana.”, lanjutku lagi. Kutudingkan jari telunjukku tepat kearah dimana aku melihat Jiah dan Hana dari tempat ini, dulu. Aku tersenyum dengan helaan nafas panjang. Tidak, ini bukan deja vu, bathinku sedih.

“Dan kita bertaruh atas sesuatu yang dulu kau tatap disana.”, imbuh Kwangmin dengan telunjuk yang mengikuti arah telunjuku.

Aku menoleh kearahnya. Kwangmin ikut menoleh kearahku. Aku dengan cepat memutar bola mataku dan branjak meraih ranselku. “Arraseo. Aku kalah, bukan?”, terkaku sambil berjalan menjauh.

Kwangmin dengan cepat bangun dan menyusulku untuk menyamai langkahku. “Kapan aku bisa melihat taruhan itu menjadi kenyataan? Aku sangat tidak sabar menanti.”, tanyanya dengan nada yang penuh dengan evil aura.

“Besok.”, jawabku singkat.

“Mwo?”, tanya Kwangmin terkejut bukan main. “Besok!?”, ulangnya mencoba untuk memastikan kalau telinganya tidak salah dengar.

Aku hanya mengangguk. “Yang penting, sekarang adalah deubokki.”, ujarku lirih sambil memasukkan kedua tanganku di saku mantel yang kupakai. Udara mulai merangkak menjadi lebih dingin daripada tadi.

“Arraseo.”, jawab Kwangmin sambil tertawa renyah. “Kajja! Deubokki~ I’m coming~!!”, serunya ceria sambil merangkul pundakku.

Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku saudara kembarku ini.
Youngmin POV –END-

Keesokan harinya..

Author POV
“Kwangminnie! Youngminnie! Ppaliwa! Donghyun hyung dan Jeongmin hyung sudah jamuran menunggu!”, teriak seorang namja berambut coklat dari depan pintu gerbang rumah.

“Ne! Chamkanman!”, teriak seorang namja blonde tak kalah keras dari dalam kamar pribadinya. Segera ia menuruni tangga dan menghampiri saeng angkatnya--No Minwoo kalau saja ia tak melihat kembarannya—Jo Kwangmin tengah asyik dengan roti bakar dan lantunan lagu dari kedua headsetnya di meja makan.

Namja blonde itu menghampirinya lalu melepas salah satu headsetnya. “Cepatlah atau kutinggal.”, ancam namja blonde ini datar kepada saudara laki-laki yang memiliki wajah hampir sama dengannya. Tanpa memerdulikan saeng 6 menitnya lagi, namja blonde itu segera berjalan keluar rumah lengkap dengan seragam dan tas ranselnya.

“Aish -_- Lama sekali.”, keluh seorang namja dengan muka yang syarat akan kelembutan dan menenangkan—Kim Donghyun. Satu-satunya sunbaenim disini.

“Kajja!”, ajakku datar sambil berjalan mendahului.

“Hyungie~! Chamkanman!!”, teriak seorang namja dari arah belakang mereka. Hampir saja namja itu mencium tanah karena tali sepetu yang ia biarkan terkulai malas tanpa mengikatnya.

Seolah tak mendengar teriakan namja itu, mereka tetap berjalan santai menuju sekolah mereka, S School.

“Dimana Hyunseong-hyung?”, tanya salah satu namja dengan mata yang sangat sipit—Lee Jeongmin.

“Dia berangkat sendiri. Katanya sama sekalian mengantar yeojachingunya.”, jawab Minwoo singkat. Lalu hening.

“Yak!! Kalian tega sekali meninggalkanku, eoh!?”, protes seorang namja yang terabaikan tadi yang tak lain adalah Jo Kwangmin. Saeng 6 menit yang memiliki wajah hampir sama dengan hyungnya, Jo Youngmin, karena mereka memang terlahirkan sebagai kembar identik. Nafas namja ini terengah-engah menandakan ia baru saja berlari.

“Kau ini, pagi-pagi sudah  berteriak-teriak kayak orang hutan saja -,-“, ucap Donghyun malas. Membuat rombongan(?) kami terdiam seketika itu juga.

Tapi rupanya, namja terabaikan itu tak bisa hanya diam walau hanya 5 menit saja. “Hyung, aku lelah.”, rengeknya sambil bergelayut manja di lengan kakak kembarnya, Jo Youngmin.

“Kau seperti wanita saja, Kwangmin”, Minwoo kali ini menyeringai sambil memutar bola matanya bosan.

Youngmin tersentak sesaat setelah Minwoo menyelesaikan kata-katanya. Ke-kenapa? Kenapa aku merasa seperti deja vu lagi?, bathinnya saat Kwangmin dan Minwoo bertengkar dan saling pukul.

Pikirannya kosong. Bahkan saat Hyunseong telah bergabung dengan mereka secara tiba-tiba. Hingga saat mereka memasuki gerbang sekolah, Youngmin terhenti tiba-tiba di tengah lapangan. Namja yang berjalan paling belakang ini, membuat tak seorangpun menyadari jika ia telah berhenti dan tak bersama dengan rombongan lagi.

Ia mendongakkan kepalanya. Menatap ke arah kelas itu. Di hari itu, Kwangmin membuat kami terlambat. Lalu Kwangmin bertengkar dan saling pukul dengan Minwoo. Dan ketika aku sampai di sekolah ini, aku mendongakkan kepalaku dan melihatmu tengah menatapku dari kelas itu. Aku melambai kepadamu sehingga kau langsung menutup tirai hijau itu. Jiah, nan jeongmal bogoshipeoyo. Namja ini menatap kelas itu dengan mata teduhnya.

“Waeirae, hyung?”, tanya seorang namja dengan suara beratnya. Membuat Youngmin menatap wajahnya. Wajah yang nyaris sama dengan wajah miliknya sendiri.

Youngmin tersenyum simpul pada saeng 6 menitnya itu. Seakan berkata bahwa ia baik-baik saja dan kembali berjalan meninggalkan Kwangmin.

“Hyung!”, panggil Kwangmin dari jauh. Membuat namja yang dipanggilnya ‘hyung’ tadi berbalik dan menatapnya lagi. “Berjalanlah sambil berjongkok dan berkata, ‘Jo Kwangmin, twinnie-ku, adalah lebih hebat dariku’”, tambah Kwangmin dengan senyuman mautnya.

Youngmin terdiam sesaat lalu berjalan kembali menghampiri Kwangmin. Melihat wajah liciknya, membuat Youngmin mendengus kesal sambil memberinya ransel milik Youngmin. Tanpa banyak kata-kata lagi, Youngmin berjongkok lalu berjalan sambil berkata dengan nada lirih, “Jo Kwangmin, twinnie-ku, adalah lebih hebat dariku.”

“Keliling sekolah, hyungie~”, tambah Kwangmin dengan evil laugh-nya. Ditentengnya tas Youngmin di pundaknya. Siapa yang sangka namja ini tega menyuruh hyungnya melakukan hal yang sangat memalukan seperti ini? Reputasi sedang dipertaruhkan dalan hukuman taruhan kali ini.

‘Kegiatan’ ini membuat banyak penghuni S School yang tersedot perhatiannya. Seakan ingin semakin mempermalukan Youngmin, Kwangmin berjalan lambat di belakangnya diiringi dengan air muka penuh kemenangan terpampang di wajahnya.

Youngmin tak perduli lagi dengan hal lain disekitarya. Ini sudah menjadi konsekuensinya karena berani bertaruh. Kau tau? Hal yang membuat Youngmin berani bertaruh. Kenyataannya adalah, bukan hanya karena ia tidak pernah sekalipun ditolak oleh seorang yeoja. Tapi karena dari awal ia memasuki S School, Jo Youngmin sudah menaruh perasaan pada seorang Lee Jiah. Tidak ada seorangpun yang mengetahui hal ini. Bukankah Jo Youngmin adalah orang yang pandai menyembunyikan perasaannya?

“Wah~ kau terlihat sangat memalukan, Youngmin-ah..”, komentar seorang yeoja sambil berjongkok untuk melihat wajah Youngmin lebih jelas.

Youngmin yang mendengar suara familiar di telinganya, suara yang sangat dirindukannya selama 3 bulan belakangan ini, dengan sigap mendongakkan kepalanya dan melihat sesuatu yang sangat mengejutkannya. Sampai-sampai Youngmin terjengkal kebelakan saking terkejutnya.

Yeoja itu hanya terus menatap Youngmin dengan senyum tanpa dosa-nya. Sesekali, yeoja itu mengerjap-erjapkan matanya secara imut. Sementara youngmin, hanya tetap pada posisi terakhirnya saat ia terjengkal kebelakang. Menatap yeoja dihadapannya dengan tatapan tidak percaya.

“Hyung, kenapa berhenti, eoh? Ini belum ada 1/3 keliling sekolahan.”, protes Kwangmin heran melihat hyungnya berhenti berjalan sambil jongkok dengan posisi yang menurutnya cukup aneh. Lantas, namja jangkung ini berjalan menghampirinya.

Yeoja itu mendongak menatap wajah namja yang baru saja mendekat kearahnya. Lalu ia berdiri sambil menepuk-nepuk pakaiannya barangkali ada debu yang menempel pada pakaiannya. “Jo Kwangmin, kaulah yang sebenarnya kalah.”, kata yeoja itu santai sambil melipat kedua tangannya di dada.

“Eoh!?”. Seru Kwangmin terkejut bukan main. Matanya membelalak lebar.

“Kalian ini kenapa sih? Lama sekali -,-“, protes seorang namja satu lagi dengan rambut coklatnya, berjalan mendekat kearah  namja kembar yang tengah mematung dengan mata yang terbuka lebar. Oh! Jangan lupa posisi keduanya yang terkesan aneh. :3

“Wah~ Kebetulan sekali No Minwoo datang!!”, sela yeoja itu lalu mendorong Minwoo yang hanya bisa ber-eh ria karena tingkah tiba-tiba dari yeoja itu. Hingga Minwoo tepat berdiri di hadapan Kwangmin. “Kau kalah, Jo Kwangmin.”, ulang yeoja itu lagi.

“Karena..”, yeoja tadi berjalan ke arah Youngmin yang masih nyaman dengan posisinya. Lalu berjongkok hingga muka mereka sejajar. “Karena aku mencintai namja ini. Jo Youngmin, nan saranghae.”, lanjutnya diiringi dengan senyum manis yang terpampang di wajah cantiknya.

Semua mata membelalak kaget. Kecuali mata Youngmin yang mendadak menjadi teduh. Menatap yeoja dihadapannya ini dalam. Ingin menyelami apa yang ada di dasar mata itu.

Perlahan, Kwangmin melirik Minwoo dengan ragu-ragu. Namja ini lalu mengusap-usap tengkuknya yang tidak gatal. “Well, i think i’m lose.”, ucapnya ragu-ragu. Tangannya lalu bergerak meremas lengan atas Minwoo. Alisnya berkerut tanda ia sangat ragu-ragu untuk melakukan hal itu. “Minwoo, kau perlu tau. Hal ini tidak kulakukan atas kemauanku sendiri. Jangan salah paham.”, ucapnya lagi sambil berusaha mengokohkan kebulatan tekadnya.

“Apa yang kau katakan, eoh?”, tanya Minwoo bingung dengan sikap tiba-tiba Kwangmin.

“Ayo, Kwangmin-ah~ Aku menunggu~”, yeoja tadi berucap dengan nada suara bak gelombang air laut. Meliuk-liuk dan indah.

“Chamkanman!!”, teriak seorang yeoja dengan suara yang familier dengan lengkingan yang tajam menusuk gendang telinga bak sirine ambulance volume maximal, menerobos kerumunan tersebut dengan tubuh mungilnya. Dia, Jung Hyena.

“Jiah, kau sudah berjanji tidak akan menagih taruhan itu.”, protes yeoja dibelakang Hyena—Kim Hana. Rupanya mereka datang berdua. “Ne! Jangan ingkari janjimu, eoh!”, tambah Hyena sambil mem-poutkan bibirnya.

Yeoja yang mereka panggil Jiah itu hanya terkekeh pelan. “Ne,ne. Arraseo. I’ll not break it. Kwangmin, aku memaafkanmu karena mereka. Kau harus berterimakasih kepada mereka.”, ujarnya santai.

“J-J-Jiah?”, panggil Youngmin ragu-ragu.

Yeoja itu—Lee Jiah menoleh kearah Youngmin yang masih terlihat tidak percaya dengan keberadaan nyata-nya. Ia tersenyum manis. “I’m back, Youngmin-ah. Want to hug me?”, ujarnya sendu dengan tangan yang membuka lebar.

“Sebenarnya, apa yang sedang terjadi disini?”, tanya Hyunseong memecah kesunyian mewakili seribu pertanyaan yang menyeruak di fikiran teman-temannya.

Mereka hanya terkekeh pelan. Ah, bukan. Bukan mereka. Hanya Lee Jiah, Jung Hyena dan Kim Hana yang terkekeh.

In a autumn.. In a familiar School.. In a big yard..
The sky are looks giggles at us.. The birds wanna plays a beautiful song.. The ants wanna gives us some delicious foods..
When the wind are blows the cold weather.. Don’t afraid you’ll be frozen..
Cause i’ll be there to give my warmth only for you..
Don’t ask how can J Cause.. Sometime, something will be different..
What happen in the next time, we can’t prevent it.. But, what will happen in the next time, it’s another matter..

THE STORY’S END..

 WITH HAPPY ENDING~ ^_^





Eotteohkae? Memuaskankah? Baguskah? Tragiskah? Kurang greget kah? Kurang dapet feel-nya ya? T^T
AaAaaAaaAA~~ >.< Author seneng sekali akhirnya FF ini selesai~ Soalnya, sepanjang riwayat hidup(?) author bikin FF, pasti males bikin endingnya.. Jadinya, pasti ngegantung dan terabaikan begitu saja...
Pernah author bikin FF 100 lembar, tapi endingnya bingung mau buat gimana, dan pada akhirnya author telantarin -,-a

Woholala~ Don’t forget to RCL, nae? ;)

Please wait for another of [MY FF, MY Work]
Ppaii, ppaiiiiii~ -lambai-lambai-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar