Tittle :
Sometime, something will be different
Cast : Lee Jiah
Jo Youngmin
Kim Hana
And other cast
Genre : Sad
Romance
Rating : T
Warning!! FF
iniadalahmurnidariotakkecilsayasendiri. Jikaadaalur yang samaatauadegan yang
sama, itusemuakagakdisengajawoy *PLAK! XDD
Walaupunceritainibisadibilanggacukupbagusuntukukuranseorang author sepertisaya
(dibandingkandengankarya-karya Meg Cabot ataupun Stephanie Meyer atau yang
lainnya), diharapkan yang membacamemberisedikitsajapenghargaanbagisayaselaku
yang membuat..
Hati-hatijugadenganbom
Typo yang siapmeladak di tengah-tengah FF ini..Maklum, saiajugamanusia :3Bahasa
yang sayapakaimungkinsedikit-banyakagaksangatmembingungkanuntukpara readers
*huahaha* Harapdimaklumisajaya, readers-deul *aegyobareng Boyfriend*
Chapter 10 : Am I A Loser Or A Winner?
~(‘o’ ~) Let’s start the last chapter in this FanFiction
(~ ‘o’)~
Youngmin POV
Dengan langkah gontai, aku berjalan menuju kamarku. Aku
hanya ingin beristirahat dan tidur. Dan ketika aku bangun tidur nanti, yang
kudapatkan adalah semua ini hanyalah mimpi burukku. Tolong, kumohon. Jangan
bilang kalau ini semua kenyataan.
Padahal aku sudah menemukan organ pengganti untuk
yeojachinguku-Lee Jiah. Sebuah hati pengganti untuk hatinya yang telah rusak
gara-gara penyakit kanker hati sialan itu. Kanker hati yang sudah menunjukkan
stadium 3. Tapi, kenapa Jiah? Kenapa kau meninggalkanku? Kau sudah tak
mencintaiku lagi, eoh?
Ketika aku membuka pintu kamarku, hal pertama yang kulihat
adalah sebuah kasur ukuran Queen Size dengan sprei berwarna biru. Aku tersenyum
miris, mengingat apa yang dulu kulakukan pada Jian diatas kasur itu. Hal yang
tolol dan bodoh.
Aku berjalan pelan kearah kasurku itu. Kududukkan
pantatku di tepiannya. Tanganku perlahan mengelus-elus permukaan kasur itu.
Hatiku terasa sakit sekali. Seperti ada yang tengah menggenggamnya kuat-kuat.
Membuat mataku perlahan memanas.
“WAE!? WAE REONI!!?? WHY YOU LEAVE ME LIKE THIS!!!!??”,
teriakku lepas kendali dan langsung menangis diatasnya. Bila banyak orang yang
mengatakan bahwa lelaki adalah makhluk yang kuat, itu adalah tidak sepenuhnya
benar. Dari segi batin, hati laki-laki sangat lemah dalam menanggung beban.
Hingga akhirnya membuat mereka berteriak dan mungkin saja membuat masalah baru
atau bahkan bunuh diri. Seperti yang sedang kulakukan. Meluapkan semua rasa
sakit dan perasaan kalut yang tengah kurasakan.
“Wae? Wae reoni, Jiah? Wae?”, ulangku lirih sedikit
tersenggal-senggal disela-sela isakan tangisku. “Aku tak mau seperti ini. Aku
tak mau akhir yang seperti ini..”, tambahku lirih. Kubiarkan semua
liquid-liquid bening yang kupunya jatuh dari tempatnya. Berharap itu dapat
meringankan semua beban ini. Semua rasa sakit ini.
Mataku terasa berat dan tubuhku terasa angat letih dan
lelah. Tak kusangka, karena kejadian ini saja, aku begitu lemah seperti ini.
Akupun terlelap. Tenggelam dengam liquid-liquid milikku yang menggenang
disekelilingku.
Lee Jiah. Hanya nama yeoja semamapai itu yang terus
menerus berlintasan di otakku. Suaranya selalu terdengar ditelingaku. Wajahnya
selalu terbiaskan di kedua kelopak mataku. Senyumannya yang seiring waktu kian
menyayat hatiku. Tatapan matanya yang kurindukan. Aura dinginnya yang juga
kurindukan. Semua yang ada pada diri yeoja semampai itu.
Jiah.. Yeoja yang telah membuatku bertekuk lutut hanya
dengan arah pandangan matanya yang setiap pagi tertuju padaku. Yeoja yang telah
berani merendahkan harga diriku di kantin sekolah. Yeoja tak berperasaan yang
pernah nyaris meninggalkanku saat kakiku terkilir dan tidak bisa berjalan.
Yeoja yang sangat kusayangi bahkan sebelum kami saling mengenal.
Tatapannya yang terkadang terlihat teduh namun terkesan
dingin. Rona merah dipipinya waktu itu[baca di chapter 5]. Tangannya yang
lembut dan hangat. Perasaannya yang tulus kepadaku. Tuhan, kumohon. Katakanlah
jika semua ini hanyalah bunga tidur yang Kau berikan kepadaku. Kumohon, jangan
berkata ini semuanya adalah nyata. Aku tak bisa hidup jika seperti ini.
Kumohon, Tuhan...
3 Bulan berlalu
semenjak hari itu...
Cha, cha kaedatgaejyo~ [I’ll realize as time goes on]
Wae ireohkae ganeunji? [Why you left like this?]
Byol, byol saenggak ttaeme~ [With all these different thoughts]
Maeuman, maeuman.. [Onlu my haert, my heart]
Geujo haruga do jinaseul ppun mwo hana dallajinge eomneundae neoneun wae?
[Only a singleday has passed and
nothing has changed but why?]
Han madi maldo eobsi seulljeok sarajoboryeo naega guri
[Why did you slip away and dissapear without a single words]
Mot mideowonni neon [Was i that not reliable?]
Aku menengadahkan kepalaku menatap langit biru. Udara
mulai terasa dingin di musim gugur ini. Daun-daun pohon maple yang mulai
berguguran satu demi satu. Melukiskan semangat hidupku yang semakin lama kian
menipis dan meranggas seperti pohon maple itu.
Aku melihat kebawah. Terlihat lapangan olahraga yang luas
dan sepi. Pandanganku kosong. Lapangan itu, tampak seperti hanya sebuah bidang
datar tanpa warna. Tak menarik. Jika Jiah ada disini, disisiku saat ini, apakah
aku akan mendapatkan iris mataku kembali? Semuanya hanya tampak berwarna
hitam-putih saat ini.
Aku merapatkan mantelku dan segera turun dari atap
sekolah saat mendengar bunyi bel yang nyaring menggema tanda waktu istirahat
telah habis. Tak lupa ponselku kuraih dan kumatikan play music-nya. Jiah, I’ll be there..
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
“Ingin main bola, hyung?”, tawar saeng 6 menitku sambil
mendrible bola basket ditangannya dengan ringan.
“Ani.”, jawabku singkat.
“Aku traktir deubokki kalau kau menang dariku.”, tawarnya
lagi.
Aku hanya menatapnya kosong dan datar. Tiba-tiba, aku
merasa seperti angin membisikkan serangkaian kata di telingaku. Seperti “Ayolah, bermainlah! Atau jangan-jangan, kau
tidak bisa bermain, eoh?”. Suara yang lembut dan khas milik seorang yeoja
yang sangat kurindukan belakangan ini.
Kutelusuri keadaan sekitarku. Tidak ada siapa-siapa
kecuali aku dan saeng 6 menitku. Aku menghela nafas panjang. Apa kau ingin aku bermain basket, Jiah?,
tanyaku dalam hati sambil menengadah menatap langit yang mulai senja.
Sedetik kemudian, dengan lembut, angin membelai wajahku.
Sedikit menerbangkan syal yang melilit leherku. Aku tersenyum simpul lalu
memandang Kwangmin. “Traktir, oke?”, tanyaku memastikan lalu melempar ranselku
sembarangan dan berjalan santai kearahnya.
“Keurom.(Tentu.)”, jawab Kwangmin singkat lalu mulai
bergaya dengan permainan basketnya.
Aku hanya menyeringai bosan. Entah mendapatkan energi
dari mana, dengan cepat aku bisa menguasai bola yang tadinya ada dibawah
kekuasaan Kwangmin. Mendrible-nya hingga mendekati ring. Ku-shoot dan.. BINGO!
Seiring dengan dentuman bola basket ini, jantungku
memompa lebih cepat dari sebelumnya. Membuat peluh mengalir dari kedua
pelipisku. Begitu juga keadaan Kwangmin. Aku tak tau lagi, sudah berapa lama
kami terus bermain dan mencetak angka. Nafas kami saling memburu.
Aku, dengan gontai, berjalan menjauh lalu duduk bersandar
di pohon maple terdekat. Kenapa rasanya seperti tubuhku ini tidak berolahraga
selama 1 tahun ya? Tubuhku terasa sangat letih sekali.
“Deubokki~”, teriakku keras ke arah Kwangmin yang masih
saja bermain dengan bolanya. Kwangmin menoleh lalu terkekeh pelan.
“Air mineral terlebih dahulu.”, ucapnya sambil
melemparkan sebotol air mineral kearahku yang dengan sigap kutangkap dan
kuteguk habis isinya.
Kwangmin ikut berselonjor disampingku. Nafasnya masih
terengah-engah dengan keringat menghiasi[?] wajahnya XD. Sama seperti keadaanku
tadi -,-
“Aku merasa seperti deja vu.”, ucapku santai sambil
terkekeh pelan.
Kwangmin, kulihat, hanya tersenyum simpul.
“Bermain basket sampai lelah. Kau memberiku sebotol air
mineral. Beristirahat dibawah pohon maple. Dan aku yang melihat ke arah sana.”,
lanjutku lagi. Kutudingkan jari telunjukku tepat kearah dimana aku melihat Jiah
dan Hana dari tempat ini, dulu. Aku tersenyum dengan helaan nafas panjang. Tidak, ini bukan deja vu, bathinku
sedih.
“Dan kita bertaruh atas sesuatu yang dulu kau tatap
disana.”, imbuh Kwangmin dengan telunjuk yang mengikuti arah telunjuku.
Aku menoleh kearahnya. Kwangmin ikut menoleh kearahku.
Aku dengan cepat memutar bola mataku dan branjak meraih ranselku. “Arraseo. Aku
kalah, bukan?”, terkaku sambil berjalan menjauh.
Kwangmin dengan cepat bangun dan menyusulku untuk
menyamai langkahku. “Kapan aku bisa melihat taruhan itu menjadi kenyataan? Aku
sangat tidak sabar menanti.”, tanyanya dengan nada yang penuh dengan evil aura.
“Besok.”, jawabku singkat.
“Mwo?”, tanya Kwangmin terkejut bukan main. “Besok!?”,
ulangnya mencoba untuk memastikan kalau telinganya tidak salah dengar.
Aku hanya mengangguk. “Yang penting, sekarang adalah deubokki.”,
ujarku lirih sambil memasukkan kedua tanganku di saku mantel yang kupakai.
Udara mulai merangkak menjadi lebih dingin daripada tadi.
“Arraseo.”, jawab Kwangmin sambil tertawa renyah. “Kajja!
Deubokki~ I’m coming~!!”, serunya ceria sambil merangkul pundakku.
Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku saudara kembarku
ini.
Youngmin POV
–END-
Keesokan
harinya..
Author POV
“Kwangminnie! Youngminnie! Ppaliwa! Donghyun hyung dan
Jeongmin hyung sudah jamuran menunggu!”, teriak seorang namja berambut coklat
dari depan pintu gerbang rumah.
“Ne! Chamkanman!”, teriak seorang namja blonde tak kalah
keras dari dalam kamar pribadinya. Segera ia menuruni tangga dan menghampiri
saeng angkatnya--No Minwoo kalau saja ia tak melihat kembarannya—Jo Kwangmin tengah
asyik dengan roti bakar dan lantunan lagu dari kedua headsetnya di meja makan.
Namja blonde itu menghampirinya lalu melepas salah satu
headsetnya. “Cepatlah atau kutinggal.”, ancam namja blonde ini datar kepada
saudara laki-laki yang memiliki wajah hampir sama dengannya. Tanpa memerdulikan
saeng 6 menitnya lagi, namja blonde itu segera berjalan keluar rumah lengkap
dengan seragam dan tas ranselnya.
“Aish -_- Lama sekali.”, keluh seorang namja dengan muka
yang syarat akan kelembutan dan menenangkan—Kim Donghyun. Satu-satunya
sunbaenim disini.
“Kajja!”, ajakku datar sambil berjalan mendahului.
“Hyungie~! Chamkanman!!”, teriak seorang namja dari arah
belakang mereka. Hampir saja namja itu mencium tanah karena tali sepetu yang ia
biarkan terkulai malas tanpa mengikatnya.
Seolah tak mendengar teriakan namja itu, mereka tetap
berjalan santai menuju sekolah mereka, S School.
“Dimana Hyunseong-hyung?”, tanya salah satu namja dengan
mata yang sangat sipit—Lee Jeongmin.
“Dia berangkat sendiri. Katanya sama sekalian mengantar
yeojachingunya.”, jawab Minwoo singkat. Lalu hening.
“Yak!! Kalian tega sekali meninggalkanku, eoh!?”, protes
seorang namja yang terabaikan tadi yang tak lain adalah Jo Kwangmin. Saeng 6
menit yang memiliki wajah hampir sama dengan hyungnya, Jo Youngmin, karena
mereka memang terlahirkan sebagai kembar identik. Nafas namja ini
terengah-engah menandakan ia baru saja berlari.
“Kau ini, pagi-pagi sudah
berteriak-teriak kayak orang hutan saja -,-“, ucap Donghyun malas.
Membuat rombongan(?) kami terdiam seketika itu juga.
Tapi rupanya, namja terabaikan itu tak bisa hanya diam
walau hanya 5 menit saja. “Hyung, aku lelah.”, rengeknya sambil bergelayut
manja di lengan kakak kembarnya, Jo Youngmin.
“Kau seperti wanita saja, Kwangmin”, Minwoo kali ini
menyeringai sambil memutar bola matanya bosan.
Youngmin tersentak sesaat setelah Minwoo menyelesaikan
kata-katanya. Ke-kenapa? Kenapa aku
merasa seperti deja vu lagi?, bathinnya saat Kwangmin dan Minwoo bertengkar
dan saling pukul.
Pikirannya kosong. Bahkan saat Hyunseong telah bergabung
dengan mereka secara tiba-tiba. Hingga saat mereka memasuki gerbang sekolah,
Youngmin terhenti tiba-tiba di tengah lapangan. Namja yang berjalan paling belakang
ini, membuat tak seorangpun menyadari jika ia telah berhenti dan tak bersama
dengan rombongan lagi.
Ia mendongakkan kepalanya. Menatap ke arah kelas itu. Di hari itu, Kwangmin membuat kami
terlambat. Lalu Kwangmin bertengkar dan saling pukul dengan Minwoo. Dan ketika
aku sampai di sekolah ini, aku mendongakkan kepalaku dan melihatmu tengah
menatapku dari kelas itu. Aku melambai kepadamu sehingga kau langsung menutup
tirai hijau itu. Jiah, nan jeongmal bogoshipeoyo. Namja ini menatap kelas
itu dengan mata teduhnya.
“Waeirae, hyung?”, tanya seorang namja dengan suara
beratnya. Membuat Youngmin menatap wajahnya. Wajah yang nyaris sama dengan
wajah miliknya sendiri.
Youngmin tersenyum simpul pada saeng 6 menitnya itu.
Seakan berkata bahwa ia baik-baik saja dan kembali berjalan meninggalkan
Kwangmin.
“Hyung!”, panggil Kwangmin dari jauh. Membuat namja yang
dipanggilnya ‘hyung’ tadi berbalik dan menatapnya lagi. “Berjalanlah sambil
berjongkok dan berkata, ‘Jo Kwangmin, twinnie-ku, adalah lebih hebat dariku’”,
tambah Kwangmin dengan senyuman mautnya.
Youngmin terdiam sesaat lalu berjalan kembali menghampiri
Kwangmin. Melihat wajah liciknya, membuat Youngmin mendengus kesal sambil
memberinya ransel milik Youngmin. Tanpa banyak kata-kata lagi, Youngmin
berjongkok lalu berjalan sambil berkata dengan nada lirih, “Jo Kwangmin,
twinnie-ku, adalah lebih hebat dariku.”
“Keliling sekolah, hyungie~”, tambah Kwangmin dengan evil
laugh-nya. Ditentengnya tas Youngmin di pundaknya. Siapa yang sangka namja ini
tega menyuruh hyungnya melakukan hal yang sangat memalukan seperti ini?
Reputasi sedang dipertaruhkan dalan hukuman taruhan kali ini.
‘Kegiatan’ ini membuat banyak penghuni S School yang
tersedot perhatiannya. Seakan ingin semakin mempermalukan Youngmin, Kwangmin
berjalan lambat di belakangnya diiringi dengan air muka penuh kemenangan
terpampang di wajahnya.
Youngmin tak perduli lagi dengan hal lain disekitarya.
Ini sudah menjadi konsekuensinya karena berani bertaruh. Kau tau? Hal yang
membuat Youngmin berani bertaruh. Kenyataannya adalah, bukan hanya karena ia
tidak pernah sekalipun ditolak oleh seorang yeoja. Tapi karena dari awal ia
memasuki S School, Jo Youngmin sudah menaruh perasaan pada seorang Lee Jiah.
Tidak ada seorangpun yang mengetahui hal ini. Bukankah Jo Youngmin adalah orang
yang pandai menyembunyikan perasaannya?
“Wah~ kau terlihat sangat memalukan, Youngmin-ah..”,
komentar seorang yeoja sambil berjongkok untuk melihat wajah Youngmin lebih
jelas.
Youngmin yang mendengar suara familiar di telinganya,
suara yang sangat dirindukannya selama 3 bulan belakangan ini, dengan sigap
mendongakkan kepalanya dan melihat sesuatu yang sangat mengejutkannya.
Sampai-sampai Youngmin terjengkal kebelakan saking terkejutnya.
Yeoja itu hanya terus menatap Youngmin dengan senyum
tanpa dosa-nya. Sesekali, yeoja itu mengerjap-erjapkan matanya secara imut.
Sementara youngmin, hanya tetap pada posisi terakhirnya saat ia terjengkal
kebelakang. Menatap yeoja dihadapannya dengan tatapan tidak percaya.
“Hyung, kenapa berhenti, eoh? Ini belum ada 1/3 keliling
sekolahan.”, protes Kwangmin heran melihat hyungnya berhenti berjalan sambil
jongkok dengan posisi yang menurutnya cukup aneh. Lantas, namja jangkung ini
berjalan menghampirinya.
Yeoja itu mendongak menatap wajah namja yang baru saja
mendekat kearahnya. Lalu ia berdiri sambil menepuk-nepuk pakaiannya barangkali
ada debu yang menempel pada pakaiannya. “Jo Kwangmin, kaulah yang sebenarnya
kalah.”, kata yeoja itu santai sambil melipat kedua tangannya di dada.
“Eoh!?”. Seru Kwangmin terkejut bukan main. Matanya
membelalak lebar.
“Kalian ini kenapa sih? Lama sekali -,-“, protes seorang
namja satu lagi dengan rambut coklatnya, berjalan mendekat kearah namja kembar yang tengah mematung dengan mata
yang terbuka lebar. Oh! Jangan lupa posisi keduanya yang terkesan aneh. :3
“Wah~ Kebetulan sekali No Minwoo datang!!”, sela yeoja
itu lalu mendorong Minwoo yang hanya bisa ber-eh ria karena tingkah tiba-tiba
dari yeoja itu. Hingga Minwoo tepat berdiri di hadapan Kwangmin. “Kau kalah, Jo
Kwangmin.”, ulang yeoja itu lagi.
“Karena..”, yeoja tadi berjalan ke arah Youngmin yang
masih nyaman dengan posisinya. Lalu berjongkok hingga muka mereka sejajar.
“Karena aku mencintai namja ini. Jo Youngmin, nan saranghae.”, lanjutnya
diiringi dengan senyum manis yang terpampang di wajah cantiknya.
Semua mata membelalak kaget. Kecuali mata Youngmin yang
mendadak menjadi teduh. Menatap yeoja dihadapannya ini dalam. Ingin menyelami
apa yang ada di dasar mata itu.
Perlahan, Kwangmin melirik Minwoo dengan ragu-ragu. Namja
ini lalu mengusap-usap tengkuknya yang tidak gatal. “Well, i think i’m lose.”,
ucapnya ragu-ragu. Tangannya lalu bergerak meremas lengan atas Minwoo. Alisnya
berkerut tanda ia sangat ragu-ragu untuk melakukan hal itu. “Minwoo, kau perlu
tau. Hal ini tidak kulakukan atas kemauanku sendiri. Jangan salah paham.”,
ucapnya lagi sambil berusaha mengokohkan kebulatan tekadnya.
“Apa yang kau katakan, eoh?”, tanya Minwoo bingung dengan
sikap tiba-tiba Kwangmin.
“Ayo, Kwangmin-ah~ Aku menunggu~”, yeoja tadi berucap
dengan nada suara bak gelombang air laut. Meliuk-liuk dan indah.
“Chamkanman!!”, teriak seorang yeoja dengan suara yang
familier dengan lengkingan yang tajam menusuk gendang telinga bak sirine
ambulance volume maximal, menerobos kerumunan tersebut dengan tubuh mungilnya.
Dia, Jung Hyena.
“Jiah, kau sudah berjanji tidak akan menagih taruhan
itu.”, protes yeoja dibelakang Hyena—Kim Hana. Rupanya mereka datang berdua.
“Ne! Jangan ingkari janjimu, eoh!”, tambah Hyena sambil mem-poutkan bibirnya.
Yeoja yang mereka panggil Jiah itu hanya terkekeh pelan.
“Ne,ne. Arraseo. I’ll not break it. Kwangmin, aku memaafkanmu karena mereka.
Kau harus berterimakasih kepada mereka.”, ujarnya santai.
“J-J-Jiah?”, panggil Youngmin ragu-ragu.
Yeoja itu—Lee Jiah menoleh kearah Youngmin yang masih
terlihat tidak percaya dengan keberadaan nyata-nya. Ia tersenyum manis. “I’m
back, Youngmin-ah. Want to hug me?”, ujarnya sendu dengan tangan yang membuka
lebar.
“Sebenarnya, apa yang sedang terjadi disini?”, tanya
Hyunseong memecah kesunyian mewakili seribu pertanyaan yang menyeruak di
fikiran teman-temannya.
Mereka hanya terkekeh pelan. Ah, bukan. Bukan mereka.
Hanya Lee Jiah, Jung Hyena dan Kim Hana yang terkekeh.
In a autumn.. In
a familiar School.. In a big yard..
The sky are
looks giggles at us.. The birds wanna plays a beautiful song.. The ants wanna
gives us some delicious foods..
When the wind
are blows the cold weather.. Don’t afraid you’ll be frozen..
Cause i’ll be
there to give my warmth only for you..
Don’t ask how
can J Cause..
Sometime, something will be different..
What happen in
the next time, we can’t prevent it.. But, what will happen in the next time, it’s another matter..
THE STORY’S END..
WITH HAPPY ENDING~ ^_^
Eotteohkae?
Memuaskankah? Baguskah? Tragiskah? Kurang greget kah? Kurang dapet feel-nya ya?
T^T
AaAaaAaaAA~~
>.< Author seneng sekali akhirnya FF ini selesai~ Soalnya, sepanjang
riwayat hidup(?) author bikin FF, pasti males bikin endingnya.. Jadinya, pasti
ngegantung dan terabaikan begitu saja...
Pernah author
bikin FF 100 lembar, tapi endingnya bingung mau buat gimana, dan pada akhirnya
author telantarin -,-a
Woholala~ Don’t
forget to RCL, nae? ;)
Please wait for
another of [MY FF, MY Work]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar