19.4.13

Sometime, something will be different (4/10)

Tittle                   : Sometime, something will be different
Author                 : Hime Misaki
Rating                 : T
Main cast             : Lee Jiah
                             Kim Hana
                             Jo Youngmin
                             Jo Kwangmin
                             And other cast
Genre                   : Romace Sad
Length                  : Chapter

Caution             : Karya murni dari otak kecil seorang yeoja biasa saja bernama Amanda yang tak lain adalah saya sendiri. No Plagiarism! No Copas without permittion!
WARNING          : Cerita yang gak bermutu dibandingkan dengan karya karya Meg Cabot atau author-author hebat yang lain.. Bahasa membingungkan.. Banyak typo bertebaran(mungkin).




XXX


Chapter 4 : Can You Feel My Heart?

                Matahari meringkuk masuk melalui celah-celah jendela di kamar namja blonde yang masih saja bermalas-malasan tersebut. Padahal jamsudah menunjukkan pukul 07:00. 5 menit kemudian, jam kecil disamping namjaitu bordering keras. Mengingatkan bahwa sekarang ini sudah bukan tengah malam lagi. Tapi namja blonde itu malah dengan malas menggapai-gapai sumber bunyi yang sangat berisik menurutnya dan membuatnya mengentikan deringnya.
                Sangat malas rupanya namja satu ini. Tapi, tiba-tiba saja dia berlari ke arah kamar mandidan melakukan segalanya dengan cepat. Padahal tak telihat seekor anjingpun sedang mengejarnya. Rupanya, namja kebo(?) ini ingat dengan rencana yang ia susun semalam. Untuktaruhannya dengan saeng 6 menitnya.
                Segera ia melesat keluar rumah dengan sepeda motor merah metaliknya tanpa meninggalkan satupun pesan untuk saeng 6 menitnya. Tak perduli bagaimana nasib(?) saeng-nya itu nanti. Tak lupa ia juga mengambil tas nya dan menaruhnya sembarangan di pundak.
                Segera namja blonde yang tak lain bernama Jo Youngmin ini ngebut menuju rumah targetnya, Lee Jiah.  Berharap sang yeoja belum berangkat menuju sekolah. Sehingga ia bisa mengantarkan yeoja itu. Tapi sia-sia saja, ternyata sang yeoja sudah meninggalkan rumahnya.
Dengan nafas  pasrah, Youngmin pun meninggalkan rumah Jiah. Tapi harapannya tak putus begitu saja. Samar-samar ia mengingat jalan dari sini menuju S School Cuma 1 jalur. Dengan pelan ia mengendarainya. Berharap bertemu dengan Jiah di tengah jalan.

Youngmin POV
                Gara-gara aku terlambat bangun pagi, rencanaku jadi buyar semua. Yeoja itu telah berangkat ke sekolah duluan. Dengan pelan-pelan aku mengendarai sepeda motor metalikku. Semangatku yang tadi sempat turun kini mengklimaks lagi. Melihat sosok yeoja yang ada di depanku.
                Pelan tapi pasti aku menghampirinya. Kupastikan dia adalah Jiah. Dan benar saja dia adalah Jiah. Aku tersenyum riang. “Annyeong~ ^^”, sapaku ramah sambil mematikan mesin motorku dan berjalan di sampingnya. Menuntun sepeda motor metalikku tentunya.
                “Museun soriyo?”, Tanya Jiah cuek. Dia bahkan tak perlu repot-repot melihat siapa orang yang menyapanya tadi. Aku menghela nafas pendek. Tenang Youngmin! Demi taruhan itu! Aku mnyemangati diriku sendiri.
                “Kesekolah bareng aku yuk! Naik sepeda motorku”, tawarku ramah sambil menepuk jok belakang sepeda metalikku.
                “Ani.”, jawabnya singkat. Aish -______-masa yeoja satuini sama sekali tak tertarik denganku yang penuh charisma ini? :D
                Entah ada apa, kemudian sepeda motor metalikku jatuh dan alhasil menimpaku. >.< Aigoo sakit sekali!!, rintihku dalam hati. Wajahku meringis kesakitan. Apalagi knalpot sepeda motorku yang panas menyentuh tulang keringku. Motorku ini berat sekali. Dan kakiku terjepit. “Argh!”, rintihku keras.
                “Gwaenchanayo?”, Tanya seseorang lembut. Aku mendongak untuk melihat siapa pemilik suara itu. Dan aku dikejutkan oleh kenyataan bahwa pemilik suara itu adalah Lee Jiah. Ya, Lee Jiah. Jiah dengan cekatan memberdirikan sepeda motor metalikku dan menyentuh kakiku lembut.”Gwaenchana?”, ulangnya lagi.
                “Mana mungkin aku baik-baik saja! Aigoo.. sakit”, keluhku.
                Jiah terdiam untuk ± 3 detik. Lalu dia berdiri dan membungkuk 15˚. “Sebaiknya kau ke rumah sakit. Lukamu cukup parah. Annyeong.”,katanya datar lalu membalikkan badan berlalu.
                “Yak, Jiah! Kau tega meninggalkanku sendiri?”, aku berteriak dan usahaku tak sia-sia. Langkahnya berhenti. Tapi, Jiahkembali berjalan lagi meninggalkanku. Sebelum Jiah semakin jauh, aku mencoba untuk bangun dan mencegahnya untuk pergi. Tapi.. “Argh!”, rintihku lagi. Kali ini sangat keras. Kufikir, kakiku terkilir. Karena pergelangan kakiku terasa sangat sakit ketika aku hendak berdiri tadi.
                Sebuah tangan kembali terulur menyantuh kakiku. Aku kembali mendongak dan lagi-lagi, aku dikejutkan oleh orangyang sama. “Kakimu terkilir. Perlukah aku memanggil ambulance? Kau tak bisa berjalan dengan kaki yang seperti ini”, ucapnya. Walaupun tatapan dan aura dinginnya masih terasa, tapi aku merasakan sedercak kecemasan melekat disana. Yang membuatku mengembangkan senyumku.
                “Ah, ani. Aku tak mau ke rumah sakit. Rumah sakit itu menyeramkan. Eung.. Mungkin kau mau membawaku ke rumahmu dan mengobatiku disana.” Aku menatapnya yang masih saja memegang kakiku. Tapi, saat aku selesai berucap, ia menarik tangannya kembali.aku tau dia berniat meninggalkanku lagi. Tapi kupotong sebelum ia bisa berkata ataupun bertindak sepatah pun. “Apa kau tidak kasihan denganku?”. Aku ber-puppy eyes.
                Karena jalan sedang sepi, aku bisa mendengar samar-samar Jiah terkikik. “Hihi… Pengemis”, bisiknya pelan disambut dengan cekikikannya yang sangat pelan itu. Tapi aku masih bisa mendengarnya. “Yak! Apa katamu!? Aku pengemis!??”,bentakku pura-pura kesal.
                Jiah menoleh ke arahku. Lalu dia kembali terkikik. Kali ini sedikit lebih keras dari yang sebelumnya. Well, see? Mungkin Jiah tak sekeras yang ada difikiranku. Dia sedikit melunak saat ini, bukan? Tapi saying sekali, itu tak berlangsung lama.
                “Apa kau benar-benar tidak bisa berdiri?”, tanyanya dingin. Aku mengangguk pasti. Berharap dia segera membopongku. Tapi aku salah besar. Dia malah berjalan menuju sepeda montor metalikku, menaikinya lalu menuntunnya sampai di depanku.”Berdirilah dan naiki sepedamu ini. Aku yang akan menyetir. Kalau kau tak cepat akan kutinggal.”, ucapnya lagi.
                Aku membelalakkan mataku lebar. Aigoo! Yeoja ini galak juga ternyata, bathinku. Segera aku mencoba untuk berdiri dan menaikinya. Menahan sakit yang luar biasa dipergelangan kakiku. Untung saja Jiah tak ‘menyiksaku’ dengan lebih banyak. Yah, sepeda montorku ada di depanku. “Kajja! Eh,tapi apa kau bisa mengendarainya?”, ucapku setelah berhasil duduk di joknya.
                “Kita lihat, Ahjusshi”, ledeknya dan langsung tancap gas. Aku yang  kaget spontan langsung memeluk pinggang kecilnya.
                Aku hanya mendengus pura-pura kesal. Kulihat sekilas senyumnya. Ommo~ >.< wajahnya terlihat jelas karena angin menyibakkan poni panjang yang menutupi matanya.
                Sepanjang perjalanan, kami hanya terdiam. Jiah memfokuskan dirinya pada jalanan, sedangkan aku merasakan kehangatan tubuhnya yang terasa lewat punggungnya. Sesekali aku menaruhkepalaku manja di pundaknya dan menghirup aroma minyak issei dari lehernya. Kau tau? Jiah sebenarnya tak seburuk yang mereka fikirkan. Dia sebenarnya cantik, senyumnya sangat memikat dan bentuk tubuhnya pun sangat ideal. Walaupun terkesan underweight. Aish! Kau ini mikirapa Jo Youngmin!? =3= Kenapa nyambung ke bentuk tubuh segala? *yadong youngppa *plak!
                Hingga sampaidi rumahnya, kami tetap tidak ada obrolan. Jiah segera turun dan membopongku masuk kedalam rumahnya. Sesekali aku merintih kesakitan. Setelah Jiah menaruh(?)ku di atas sofa yang kemarin kududuki, Jiah langsung membungkuk 90˚ dan keluar rumah. Aku hendak menanyakan mau kemana dia, tapi terlambat. Jiah keburu menghilang dibalik pintu. Aku hanya menghela nafas panjang. Aku menyamankan diriku di sofa.
                “Hngg… Banyak sekali sarang laba-laba? Apa dia berniat menjadi nenek sihir?”, gumamku gelimelihat sekeliling rumah Jiah. Tatapanku terhenti melihat sepucuk amplop yang tergeletak di bawah meja. Seperti tak ada seorangpun yang menginginkannya. Aku membungkuk pelan lalu meraih amplop itu. “Dari rumah sakit?”, gumamku heran.
                Untuk beberapa saat, aku membolak-balik amplop itu tanpamembukanya. Tapi rasa penasaranku semakin menjadi-jadi. “Kenapa Jiah menelantarkan surat ini?”. Aku pun membuka amplop itu yang ternyata sudah dibuka sebelumnya. Aku membuka lipatan demi lipatannya. Ada 2 lembar. Lembar pertama berisi table-tabel hasil pemeriksaan yang tak kumengerti. Kuabaikan saja lembar pertama dan beralih menuju ke lembar kedua. Aku membeku membacanya.
                “M..M..Mwoya?”, ucapku terbata bata. Tak percaya dengan apa yang baru saja kubaca. Sebuah vonis untuk Lee Jiah. Vonis sebuah penyakit. Untuk beberapa saat,  aku tetap membeku. Hingga pergelangan kakiku yang tiba-tiba saja terasa sakit menyadarkanku.
                Aku melipat rapi kertas-kertas itu dan memasukkannya kembali ke dalam amplop. Juga tak lupa kutaruh ditempat dimana aku menemkannya tadi. Pikiranku berkecambuk.
Youngmin POV –End-


Author POV
                Pikiran Youngmin berkecambuk tak menentu. Youngmin masih tak percaya dengan apa yang baru saja dibacanya. Ia terus berfikir, Kenapa Jiah tak segera melakuakan pengobatan? Apa karena dia tidak punya uang? Lalu dimana orang tuanya? Keluarganya? Apa mereka semua tau tentang hal ini? Pikiran-pikiran it uterus berputar di kepalanya. Ada sepercik rasa tak ingin kehilangan di hati namja blonde itu. Entahlah, mungkin karena taruhan itu.
                Pintu tiba-tiba terbuka. Membuat Youngmin menoleh dan mendapati Jiah tengah berjalan dari sana dengan tas kresek putih ditangannya. Jiah menghiraukan pandangan Youngmin dan berjalan mengambil kotak P3K-nya. Lalu menghampiri Youngmin dan duduk di lantai. Tanpa izin terlabih dahulu, Jiah melepas sepatu Youngmin lalu membersihkan beberapa luka di kakinya.
                Sementara itu, Youngmin menatap Jiah tak percaya. Rupanya pikiran itu masih berkecambuk di otaknya. Youngmin tak menyangka Jiah mengidap penyakit mematikan seperti itu. “Awh!”, rintih Youngmin saat Jiah membasuh lukanya di tulang kering di kakinya dengan cairan antiseptic.
                “Ah, mianhae”, ucap Jiah panic dan spontan langsung menarik tangannya khawatir kalau kalau perbuatannya tadi membuat luka Youngmin semakin parah. “Tolong tahan, nae? Lukanya harus bersih dulu sebelum diobati.”, tambah Jiah menatap Youngmin cemas dibalik poni yang menutupi matanya. Dia sendiri tak tau, mengapa dia bisa selembut ini pada Youngmin. Padahal Jiah yang sekarang adalah.. bukan yang dulu. Tapi, sikapnya ke Youngmin begitu baik. Apa karena Youngmin adalah sosok yang dulu selalu dikaguminya?
                “Tapi.. sakit.”, balas Youngmin. Ringisan kesakitan itu tak menghilang dari wajah tampannya. Jiah hanya mengangguk lalu kembali meneruskan mengobati lukaYoungmin sambil sesekali meniupinya agar tak terlalu terasa sakit.
                Tanpa disadari, Youngmin mematung melihat perlakuan Jiah. Tak percaya jika dia, Lee Jiah, yang melakukannya. Jiah beralih dari luka di tulang kering Youngmin ketika kegiatannya mengobati sudah selesai. Jiah mengambil perban dan melilit-lilitkannya di pergelangan kaki Youngmin.
                “Apa kau tinggal disini sendirian?”, Tanya Youngmin tiba-tiba. Jiah terhenti sesaat, lalu kembali melanjutkan lilitannya.
                “Ye.”, jawab Jiah singkat.

--Dialog Version—
Youngmin            : Orang tuamu? Saudara-saudaramu?
Jiah                        : …. *terhenti
Youngmin            : Wae? *menatap Jiah
Jiah                        : Bukan urusanmu
Youngmin            : Kenapa kau selalu bersikap dingin ke semua orang?
Jiah                        : Bukan urusanmu
Youngmin            : Apa kau tak ingin punya teman?
Jiah                        : Tentu saja ingin *Oops!
Youngmin            : Lalu kenapa sikapmu dingin seperti ini? Itu akan membuat orang lain jangankan berteman, dekat saja enggan.
Jiah                        : Lalu kau sendiri kenapa?
Youngmin            : Nde?
Jiah                        : Kenapa kau bertanya seperi itu? Bukankah itu bukan urusanmu, eh?
--Dialog Version—End

                Youngmin terenyak dengan pertanyaan Jiah tersebut. Ia sendiri juga bingung kenapa dia begitu penasaran dengan kehidupan Jiah. Apakah mungkin dia jadi bersimpati? Karena vonis itu. Tiba-tiba kembali terngiang ucapan Kwangmin tadi pagi. “Waeyo, hyung? Kau sudah jatuh hati dulu padanya bahkan sebelum kau membuatnya jatuh hat padamu?”. Apa itu benar? Apakah seorang Jo Youngmin bisa jatuh hadengan seseorang dalam waktu sesingkat ini?
                Jiah yang melihat reaksi Youngmin masih saja meneruskan lilitannya. “Sudah selesai.”, kata Jiah kemudian lalu duduk di samping Youngmin. “Apa sikumu terluka?”, Tanya Jiah pada Youngmin sambil menarik tangannya pelan. Dan benar saja, sikunya terluka.
                “Wae?”, tanya Youngmin tiba-tiba membuat Jiah menatapnya heran dibalik poni panjang yang menutupi matanya. “Kenapa kau mengobatiku?”, lanjut Youngmin memandang Jiah penuh selidik.
                “Karena kau pengemis.”, jawab Jiah sekenanya lalu segera membersihkan kembali luka di siku Youngmin. Sesekali terdengar desisan sakit dari mulut Youngmin saat Lee Jiah membasuh lukanya. Tak lama kemudian, luka-luka Youngmin telah terobati.
                ”Lee Jiah.”, panggil Youngmin sendu. Jiah yang sedang membersihkan kapas-kapas yang telah terpakai juga obat-obatannya langsung terhenti lalu menoleh ke arah Youngmin. “Ye. Waeyo?”, Jiah menatap heran Youngmin.
                Namja itu hanya ke menatik nafas panjang. Mempersiapkan mentalnya. Lalu, setelah beberapa detik, akhirnya namja itu bersuara.”Aku tau ini terlalu cepat. Tapi aku tak tahan lagi dengan semua ini. Aku tak tau kenapa aku bisa merasakan ini. Tapi Jiah.. Saranghaeyo.”
Author POV –End-


Jiah POV
                Apa? Apa yang kudengar tadi? Saranghae? Dari mulut Jo Youngmin? Namja yang dulu sangat kukagumi? Aku hanya membeku mendengar satu kata maut itu. Bayangkan saja, seorang Jo Youngmin mengatakan “Saranghaeyo” ke seorang Lee Jiah? Ini tak mungkin. Tak akan pernah mungkin.
                Aku merasakan cengkraman kuat namun lembutdi bahuku. Dan cengkraman itu membuat tubuhku berhadapan dengan tubuh Youngmin. Ommo~! Sekarang apalagi!? Menunduk. Aku hanya bisa menunduk. Aku tak bisa menatap matanya. Air mataku sudah menumpuk di pelupuk mataku dan akan jatuh jika aku mendongakkan kepalaku.
                “Aku tak tau alasannya. Tapi aku selalu nyaman bila di dekatmu.”, lanjut Youngmin seakan berusaha menarik reaksiku. Tapi aku diam saja. Masih dengan posisiku dan bathinku yang kacau balau. Rupanya Youngmin tak menyerah begitu saja. Dia terus saja berkata dan berkata lagi.
                “Aku tak mengerti. Terkadang semua ini membuatku bingung. Hatiku selalu berlonjak-lonjakan ketika melihatmu walau sekilas. Jantungku selalu berdegup tak beraturan saat mendengar suaramu. Kau yang selalu memandangku setiap pagi. Kau yang memiliki aura yang menyeramkan. Sikap dinginmu. Aku suka semuanya.”
                Apa-apa’an ini? Kenapa jadi seperti ini? Mimpiku tadi malam.. Apa ini maksudnya? Youngmin akan menangisiku nanti? Saat penyakitku ini mulai menyebar. Dan aku tak mempunyai waktu lagi. Apa? Kenapa? *tes! Air mataku jatuh tiba-tiba. Aku tak kuat  menahan air mata ini.
                “Jiah? Kau menangis?”, tanyanya panic sambil mengangkat daguku. Aku hanya menurut. Bahkan sat dia menyibakkan poniku dan melihat bola mataku yang basah dan air mata yang terus mengalir dari sudut mataku. Aku terus menangis. Hanya air mata yang terus keluar.
                Tak lama kemudian, aku merasakan sesuatu yang hangat mendekapku erat. Mataku masih mengeluarkan air mata. Tapi hatiku sudahtak sekacau tadi. Mungkin karena kehangatan ini. Dan aroma tubuh ini. Jo Youngmin, aku tak ingin membuatmu sakit nanti. Kau akan kehilanganku. Aku tak mau apa yang kumimpikan menjadi nyata. Aku tak mau. Tapi aku tak bisa menahanhasratku. Aku ingin bersamamu. Aku ingin berkata “Nado saranghae” padamu. Tapi, lidahku kelu. Bibirku kaku.
                Perlahan tapi pasti, dekapan itu berangsur-angsur memudar. Aku menghapus air mataku pelan. “Gomawo, Youngmin.”, ucapku akhirnya. Aku masih menunduk saat ini. Aku yakin mukaku pasti kacau.
                “Bukan itu yang ingin kudengar.”, balasnya. Rasanya ingin sekali aku mendongak dan menatap matanya. Tapi, entahlah, aku tak mempunyai kekuatan untuk itu. “Jiah..”, panggil Youngmin lagi. Aku tetap tak bereaksi.
                Dan detik berikutnya, setelah tangan Youngmin menarik daguku, aku merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirku dinginku. Manik mataku membulat seketika. Aku melihat mata Youngmin yang tertutup dan sangat dekat dengan mataku. Hembusan nafasnya terasa jelas di pipiku. Youngmin menciumku?
                Aku mendorong dadanya pelan. Aku tak menginginkan keadaan seperti ini.  Tapi jari-jari Youngmin malah merengkuh kepalaku erat dan semakin membenamkanku dalam ciuman itu. Manik mataku semakin membulat. Akupun semakin mendorong dadanya menjauh. Tapi, sial! Youngmin malah meremas kedua pergelangan tanganku dengan tangan yang tidak dia gunakan untuk merengkuh kepalaku. Sudah! Aku check mate. Tenaganya jauh lebih besar dariku.
                Aku hanya bisa menutup mataku dan mengatupkan bibirku erat. Tanganku yang masih menempel di dada Youngmin meremas kuat pakaiannya. Nafasku seirama dengan detak jantungku:tak beraturan.
                Aku  tak tau pasti berapa lama keadaan ini terus berlangsung, tapi saat ini youngmin tak seerat tadi menciumku. Bibirnya dan semua yang kurasakan perlahan memudar. Perlaha, aku memberanikan diri membuka mataku. Aku melihat tangan besar yang menggengam kedua pergelangan tanganku yang meremas pakaiannya. Aku mengendorkan remasanku.
                “Jiah, Would you be my girlfriend? Ah, salah! Aku tak suka kau jadi barang. Lebih baik aku saja yang menjadi barang.”, kata Youngmin. Nafasnya terdengar memburu.”May i be your boyfriend, Lee Jiah?”, tambahnya.
                “Nae. You can be my boyfriend.”, ucapku. Lalu dekapan itu kembali kurasakan. Aku sendiri tak mengerti kenapa aku bisa berkata seperti itu. Semuanya seperti keluar begitu saja.
Jiah POV –End-




Tbc...
RCL, keep don't forget :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar