Tittle : Sometime, something will be different
Author : Hime Misaki
Rating : T
Main cast : Lee Jiah
Kim Hana
Jo Youngmin
Jo Kwangmin
And other cast
Genre : Romace Sad
Length : Chapter
Caution : Karya murni dari otak kecil seorang yeoja biasa saja bernama Amanda yang tak lain adalah saya sendiri. No Plagiarism! No Copas without permittion!
WARNING : Cerita yang gak bermutu dibandingkan dengan karya karya Meg Cabot atau author-author hebat yang lain.. Bahasa membingungkan.. Banyak typo bertebaran(mungkin).
XXX
Chapter 3 : The Game is Start
--Keesokan harinya—
Jiah POV
Pagi ini, seperti biasa aku berjalan ke sekolah dengan jalan kaki. Cukup pagi aku berangkat. Jadi, aku tak akan nyaris terlambat seperti kemarin. Jalanan sangat sepi pagi ini. Tak banyak kendaraan-kendaraan berpolusi yang lalu lalang di jalanan.
Masih berjalan santai, tiba-tiba kulihat seorang anak yang jatuh tersungkur jauh dihadapanku. Aku tak tau kenapa aku malah berlari menghampirinya. Bukannya cuek dengannya. Aku bahkan tak kenal dengannya. “Gwaenchanayo?”, tanyaku pada bocah yang tadi tersungkur itu.
“Appo.. Neomu appo”, adik kecil tadi menangis. Aku khawatir. Apalagi di jalanan ini sudah banyak lalu lalang orang. Tapi-... tunggu-tunggu! Sejak kapan aku, seorang Lee Jiah, peduli dengan keadaan sekitar? Apa mungkin.. Ah, aniya! Aku saja bergidik membayangkannya
“Nggh.. Apa benar-benar sakit? Kita ke rumah sakit, nae?”, tanyaku pada adik kecil itu. Tapi dia malah menggeleng-geleng kuat. “Ani! Aku benci rumah sakit!”,bantahnya kuat.
Aku berfikir keras. Aha! I have an idea ^^d. “Kalau begitu, bagaimana kalau kuobati di rumahku saja?”, saranku. Adik kecil yang ada di depanku ini hanya menatapku lama. Mungkin dia sedang mempertimbang-timbangkan. Aku juga menatapnya.
Matanya.. Rasanya aku pernah mengenal mata itu, bathinku ketika melihat matanya.
“Tapi aku tidak bisa berjalan, noona. Rasanya sakit sekali.”
Hmm.... “Aku gendong. Bagaimana?”, tawarku kemudian dan dijawab dengan anggukan mantap darinya. Akupunn segera menggendongnya dan segera berjalan ke rumah lagi. Hhh...Mungkin hari ini aku akan absen, helaku. Lagipula, seingatku hari ini di S School tidak ada pelajaran. Hanya ada pertandingan basket antar angkatan.
Rencananya aku akan membaca buku The Legend of Camelot di perpustakaan sekolah, yah.. untuk bahan skripsiku. Tapi kurasa itu hanya tinggal rencana saja. Dan lagipula, tugas skripsi Bahasaku dikumpulkan bulan depan. Jadi, setidaknya masih ada banyak waktu.
--Sesampainya di rumah—
“Duduklah.”, perintahku singkat. Adik kecil itu hanya menurut untuk duduk sambil memandang sekeliling rumahku. Tatapannya sedikit menggambarkan ketakutan. Memang tak salah dia ketakutan, rumahku ini memang terlihat seram bagi orang yang belum pernah memasukinya. Banyak sarang laba-laba yang menjuntai bebas di sudut-sudut ruangan. Suasana yang cukup mencekan dipadu dengan semua bahan di rumahku yang terbuat dari kayu.
Aku mengambil kotak P3K-ku dan menghampiri adik kecil itu. “Kemarikan lututmu, please.”, pintaku lembut melihat tanda-tanda ketakutan di raut wajah manisnya. Yah, mungkin saja dia berfikir bahwa aku adalah seorang nenek sihir yang menyamar sebagai gadis remaja yang mencari mangsa untuk nantinya dijadikan santapan malam.
Bukannya mengemarikan lutunya, dia malah semakin takut dan mundur hingga dirinya terjebak antara punggung sofa dan aku. Aku memutar mataku bosan dibalik poni panjang yang menutupi wajahku. Aku melangkah ke cermin, mengambil sepasang jepit dan menjepit keatas poniku hingga mataku terlihat. Setelah itu, aku segera menghampirinya.
“Tenanglah, aku tak akan menyakitimu.”, tenangku sembari menyunggingkan senyum lembutku. Senyum yang sudah lama tak menghiasi bibirku. Tanganku meraih lututnya yang terluka akibat bergesekan dengan permukaan aspal.
Dia sedikit melunak. Aku menyunggingkan senyumku. Aku segera membasuh lukanya dengan antiseptic agar lukanya menjadi steril. Lalu membubuhkan obat merah. Tak lupa kututup lukanya dengan balutan kapas yang kurekatkan dengan plester luka.
“Sudah selesai”, ucapku lalu duduk disampingnya. “Ada lagi yang terluka?”, tanyaku pada adik itu.
Dia hanya menggeleng pelan denga senyumnya yang sangat manis. “Ani. Kamsahamnida, noona”
Aku hanya menunjukkan senyum riangku. Tanganku meraih sepasang rambut yang melekat di rambutku. Hendak melepas jepitnya. Tapi tanganku dihentikan oleh sebuah tangan yang mengenggam lenganku lembut.
“Noona mau apa?”, tanya adik itu heran.
“Aku risih dengan jepit ini. Bisakah aku melepasnya?”, jawabku.
“Jangan, noona. Noona lebih cantik jika poni noona seperti ini”, bantahnya.
“Aish.. Baiklah. Ireumi mwoyeyo?”, tanyaku lagi
“Jo Hyunmin imnida. Ireumi mwoyeyo, noona?”
Aku sedikit tertegun. Jo Youngmin, Jo Kwangmin, Jo Hyunmin. Kenapa marga mereka semua sama?, fikirku penasaran.
“Jiah. Lee Jiah imnida. Kau tak pulang, Hyunmin?”, aku mencoba membuka obrolan
“Ani. Dirumah sangat membosankan.”, jawabnya lalu berselonjor ringan di sofa.
Hendak aku ingin bertanya kenapa, tapi suara ketukan menghentikanku. “Sebentar, Hyunmin”, kataku pada Hyunmin. Kudengar suara ketukan itu lagi. “Chamkanman!”, teriakku lalu berlari menuju pintu utama.
Aku membuka pintunya dan aku tertegun melihat siapa orang yang mengetuk pintuku disini. Seseorang yang tak pernah kuharapkan bahkan kufikirkan kedatangannya di sini. Di rumahku yang tak terawat. Tapi, nyatanya dia sekarang ada di hadapanku.
Jiah POV –End-
Youngmin POV
Teett… Teeettt….. Teeetttttt…
Padahal bel masuk sudah berbunyi, tapi sejauh ini aku belum melihat yeoja yang kutunggu-tunggu memasuki gerbang.padahal aku sudah sengaja dating pagi-pagi hanya untuk menyambutnya. Yah, untuk apa lagi kalau bukan karena taruhan itu? Tapi seperti yang kukatakan tadi, aku sama sekali tidak melihat Lee Jiah memasuki gerbang.
“Siapa sih yang kau tunggu? Dari tadi celingukan gitu.” Kwangmin tiba-tiba menepuk pundakku. Aku mendongak, menatapnya yang tengah berdiri di sampingku. Dan aku yang masih duduk manis menunggu yeoja manis itu datang ==” Tapi percuma saja aku menunggu. Gerbang sudah ditutup. Tak memungkinkan bagi orang ‘lain’ masuk seenaknya sendiri. Yah, kecuali Jo’s Family.
“Kau tau siapa yang sedang kucari, Kwang. Kemana dia?”, jawabku setengah kesal.
“Ah, sudahlah. Kajja kita siap-siap untuk pertandingan.”, tengah Kwangmin sambilnmenarik tanganku. Aku menarik tanganku balik. Pertanda aku menolak ajakannya.
“Ani. Aku tidak akan ikut pertandingan.”, bantahku pelan.
“MWO!? Andwe! Kau harus ikut, hyung”
“Aniya. Aku tak bisa, Kwang. Aku harus mencari dia atau harga diriku bakal kau permalukan”, kataku bersikeras lalu memutar bola mataku bosan.
Bukannya pergi, Kwangmin malah memandang mataku penuh selidik. Seakan mencari sepercik kebohongan dari ucapanku tadi. “Waeyo, hyung? Jawabanmu tak sama dengan sorot matamu. Apa kau sudah jatuh hati dulu? Bahkan sebelum kau membuatnya jatuh hati?”, katanya kemudian.
Aku sedikit tertegun dengan penyataan Kwangmin itu. Tapi, segera kukendalikan fikiranku. “Tentu saja tidak, Kwang-ah”, bantahku lembut.
Kwangmin memutar bola matanya. “Terserah kau saja lah, hyung!”, kata Kwangmin cuek lalu berlalu begitu saja.
Bersamaan dengan kepergian Kwangmin tersebut, aku juga pergi dan menuju ruang dokumentasi. Mencari data-data siswa. Fikiranku berputar-putar dengan kata-kata Kwangmin tadi. Apa benar aku sudah jatuh hati terlebih dahulu dengannya?, fikirku.
Aku memandang lembar itu. Menatap foto yang ada di halam itu. “Yeppeo”, gumamku. Lalu akupun segera merobek kertas terdekat dan menulis alamat rumah yang tertera di halam itu. Mengendarai sepeda motor metalikku dan mengendarainya keluar dari lingkungan sekolah.
--Sesampainya disana—
Aku tertegun sebentar melihat rumahnya. Lalu kucoba pastikan rumah itu adalah rumah yang kucari atau bukan, dan ternyata benar. Aku sedikit menelan ludahku ketika memasuki halaman rumah itu. Lalu mengetuk pintunya pelan ketika telah berada di depan pintu.
Kutunggu beberapa saat setelah mengetuk pintu. “Chamkanman!”, kudengar suara seseorang dari dalam dan setelahnya derapan langkah saling beburu terdengar. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka dan sosok yeoja yang kucari menyembul dari balik pintu itu.
Aku berdeham-deham membersihkan tenggorokanku yang sebenarnya tak sedang kotor. “Ehm, Annyeong”, sapaku canggung. Dia hanya terdiam cukup lama, lalu kulihat dia mundur beberapa langkah dan hendak menutup pintu. Aku menahannya denagn tanganku, “Waeyo?”, tanyaku. Tapi reaksinya tetap sama:diam.
Aku memutar bola mataku. Susah sekali yeoja satu ini!? Tapi, Hwaiting Jo Youngmin!! Dia pasti akan lunak dengan sendirinya, ujarku dlam hati. Berusaha menyemangati semangatku yang mulai turun ini. Lagi-lagi aku berdeham. “Ehm bolehkan aku masuk?”.
Yeoja itu terdiam lagi. Rasanya aku benar-benar putus asa dengan ini. Kau tau? Alasan terkuatku berani mengambil taruhan ini hanya karena aku sama sekali belum pernah ditolak bahkan untuk sekalipun oleh yeoja.
“Ani. Mianhamnida”, jawabnya lama kemudiansambil membungkuk 45˚. Lalu hendak menutup pintu lagi, tapi kutahan lagi sebelum tertutup sempurna. “Wae?”, tanyaku lembut. Aku berusaha menembus poni yang menghalangi pandangan matanya. Berusaha membaca pikirannya. Tapi sia-sia.
Tiba-tiba saja.. “Gyaaa~ !!!!!!!!!!” terdengar teriakan dari dalam. Rasanya aku mengenal suaraini. Sangat familier di telingaku. Tapi aku tunda kegiatanku mengingat-ingat dan mengikuti yeoja itu memasuki rumahnya. Di sana, di sofa itu kulihat siapapun yang tak pernah ada alam otakku bahwa dia berada di rumah seorang Lee Jiah. Apa dia sudah mengenal Jiah sebelumnya?
“Waeyo, hyunmin?”, Tanya Jiah disampingku. Terdengar nada cemas di perkataannya itu. Aku sedikit mengangkat alisku. Reaksi yang tak pernah kulihat.
Bukannya menjawab, bocah itu malah terkikik pelan. “Aniya, noona. Aku hanya iseng”, jawabnya watadis -_-
Entah ada apa, aku merasakan ada aura marah di dekatku. Aku tau, aku tau sumbernya. Ne, pasti dia. Mau siapa lagi? Aku segera berjalan menghampiri bocah yang tak lain adalah adikku, Jo Hyunmin, dan…… PLETAK!
Hyunmin mendongak dan berkata, “Aigoo, appo noo-..”, kata-katanya terputus sebelu ia menyelesaikannya. Bukan seperti yang ia fikirkan menjitaknya tadi. “Iseng juga ada batasnya”, kataku.
“H.. Hyung? Ke.. Kena.. Kenapa ada di.. sini?”, Tanya Hyunmin tergagap.
“Waeyo? Noen shireoyo?”, tanyaku balik sambil duduk di sebelahnya. Bukannya menjawab, Hyunmin malah menundukkan kepalanya. Aku hanya diam menunggu ada kata-kata yang keluar dari mulut Jiah ataupun Hyunmin. Tapi mereka hanya diam saja seperti patung. Apalagi Jiah. Gyahaha~ dia berdiri tegak sambil menudukkan kepalanya tak berbicara sepatah katapun.
“Jadi, kenapa kau bisa disini, Hyunmin?”, akhirnya akulah yang memutuskan membuka pembicaraan. “Dan Jiah, kenapa kau tak duduk?”, lanjutku. Kemudian Jiah duduk tapi jauh sekali dari kami.
“Aku tak membolos, hyung. Aku tadi terjatuh waktu perjalanan meu kesekolah. Dan Jiah-noona yang menolongku.”, jawab Hyunmin masih menunduk.
“Jadi begitu.. Apa benar begitu, Jiah?” aku mencoba membuka percakapanku dengan Jiah. Tapi sungguh mengecewakan Jiah hanya menjawabnya dengan satu kata:”Ye”
Aku menyemangati lagi diriku sendiri. ”Kenapa kau tak masuk sekolah?”, tanyaku pada Jiah. Tapi kini aku berjalan menghampirinya. Jiah tetap menunduk. Lama dia terdiamdengan aku yang berdiri di hadapannya. Cih! Aku benar-benar jengah!
Aku berlutut di depannya agar dapat melihat wajahnya. “Kenapa hari ini kau absen?”, ulangku lagi denagn senyum terpasang indah di bibirku ini. Tiba-tiba saja ada hawa dingin yang menembus kulitku dan seakan-akan meremukkan tulang belulangku. DEG! Ommo~ Kenapa dia bisa sedingin ini? Aish! Kalau begini terus mana mungkin aku bisa membuatnya jatuh hati padaku? Tapi.. Aish! Hwaiting, Jo Youngmin~!!! \( _ _ )/
“Bukan urusanmu!”, jawab Jiah singkat. Namun sangat dingin.
Sedikit kutegak salivaku sendiri. Jujur, dia sangat menakutkan -_- “Tentu saja itu urusanku. Kau tau siapa aku ‘kan?” aku berusaha keras agar tetap terlihat santai. Dan semoga saja berhasil.
“Ya. Kau Jo Youngmin. Anak sulung dari pemilik S School, Jo Youngdae.”, jawab Jiah. Rasa dingin tadi.. mendadak menghilang.
Aku memandang wajahnya lama. Rasa penasaran tiba-tiba menyelimuti hatiku. Mungkin ada kekuatan tak terlihat atau apapun itu aku tak tau, yang menggerakkan tanganku untuk menyibakkan poninya. Dia tampak terkejut dengan tindakan mendadakku, tapi aku mengabaikannya. “Neomu yeppeo.”, gumamku lumayan keras agar Jiah bisa mendengarnya.
Tak salah, dia memang mendengarnya. “Jangan lancing kau!”, bentaknya datar sambil menatap mataku. Tak ada tatapan marah di matanya. Seakan hawa dingin yang kurasakan tadi bukanlah bersumber dari dia. Tatapannya pun sebenarnya bukan datar. Hanya.. well, seperti foto yang kulihat di buku identitas siswa yang tadi kucari diruang dokumentasi.
Aku tersenyum manis. “Jeongmal. Neomu yeppeunda. Jeongmal yeppeunda.”, ucapku. Jujur, hanya itulah yang ada di fikiranku. Bukan merupakan sebuah gombalan. Terlihat Jiah membelalakkan matanya sedikit. Wajahnya sangat cantik. Rasanya ingin sekali aku menciumnya. Tapi.. Ah! Apa sih yang kau fikirkan, Jo Youngmin!? ==”
“Ehm.”, suara dehaman yang cukup keras dari belakangku membuatJiah mendongakkan kepalanya. Tentu saja menatap sumber dehaman itu. Tapi tidak denganku. Aku mesih memandangnya.
Youngmin POV –End-
Jiah POV
--Malam harinya—
Aku menghabiskan makan malamku dan segera meringsut lelah ke tempat tidur. Fikiranku melayangdi saat tadi. Waktu Youngmin menyibakkan poniku dan menatapku dalam. Oh ya! Dan juga megucapkan kata “Yeppeo” berulang-ulang kali. Hatiku serasa melayang saat mengingatnya. Aku jadi tersenyum-senyum sendiri membayangkannya. “Tuhan, apakah ini yang dinamakan berbung-bunga?”, gumamku sendu menatap langit-langit kamarku.
Lalu, untuk kesekian kalinya, aku kembali teringat vonis uisa. Aku mengalihkan pandanganku ke arah kalender. “Apa yang kini harus kulakukan, Tuhan?”. Aku mendesah dalam lalu menutup mataku dan bersiap menuju angan tidurku.
“Saranghae, Jiah”, kata Youngmin tiba-tiba. Aku terenyak lalu menatap matanya dalam berusaha mencari kebenaran dari mata coklatnya itu. “Jeongmal?”, tanyaku memastikan.
Bukannya menjawab, Youngmin malah memelukku. Awalnya, aku risih denagn tindakannya itu. Tapi lama-lama aku membalas pelukannya. Merasakan hangat tubuhnya dan juga aroma yang terkoar darinya. Tuhan, aku tak ingin kehilangan ini. Tolong hentikan waktu agar aku bisa merasakan ini lebih lama, Tuhan…
Lalu Youngmin mendorongku lembut hingga tatapan kami bertemu. Perlahan namun pasti, Youngmin mendekatkan permukaan wajahnya ke wajahku lalu memiringkan kepalanya dengan mata yang perlahan menutup. Aku yang mengetahui apa yang hendak Youngmin lakukan hanya diam dan menutup mataku. Tanpa berontak dan hanya menunggunya.
Tapi tak kunjung kurasakan apa yang kufikir akan Youngmin lakukan padaku. Akupun membuka mataku dan melihat sosok yeoja yang taka sing sama sekalidi mataku terbaring lemah di atas kasur dengan selang-selang yang menyambung dengan tubuhnya. Disekitar yeoja itu ada seorang uisa dan beberapa perawat yang menatap yeoja itu perihatin. Disamping yeoja itu, ada sosok namja yang sangat kukenal. Rambutnya… blonde.
Tak butuh waktu yang lama untuk menyadari bahwa yeoja itu adalah aku. Ya. Lee Jiah. Dan namja itu adalah Jo Youngmin. Namja itu masih saja terisak-isak sambil menggoyang-goyangkan bahu yeoja yang terbaring itu kuat. Air mata mengalir deras di sudut matanya. Entahlah, tapi aku merasa seperti sebuah CCTV di sini.
Aku… aku.. aku tak bisa. Ke..kenapa? A..apa ini?
“Andweee!!!!!!!!”, teriakku nyaring dan langsung terduduk. Aku mengedarkan pandanganku ke sekelilingku. Baru kusadari, aku tadi bermimpi. Kulirik jam digital yang terpampang rapi di sisi tempat tidurku. Pukul 00:05. Aku menarik nafas panjang lalu menghembuskannya pelan. Mimpi macam apa tadi? Apa yang sebenarnya kau rencanakan untukku, Tuhan? Aku menatap langit-langit kamarku resah.
RCl~ Don't forget XDD
Author : Hime Misaki
Rating : T
Main cast : Lee Jiah
Kim Hana
Jo Youngmin
Jo Kwangmin
And other cast
Genre : Romace Sad
Length : Chapter
Caution : Karya murni dari otak kecil seorang yeoja biasa saja bernama Amanda yang tak lain adalah saya sendiri. No Plagiarism! No Copas without permittion!
WARNING : Cerita yang gak bermutu dibandingkan dengan karya karya Meg Cabot atau author-author hebat yang lain.. Bahasa membingungkan.. Banyak typo bertebaran(mungkin).
XXX
Chapter 3 : The Game is Start
--Keesokan harinya—
Jiah POV
Pagi ini, seperti biasa aku berjalan ke sekolah dengan jalan kaki. Cukup pagi aku berangkat. Jadi, aku tak akan nyaris terlambat seperti kemarin. Jalanan sangat sepi pagi ini. Tak banyak kendaraan-kendaraan berpolusi yang lalu lalang di jalanan.
Masih berjalan santai, tiba-tiba kulihat seorang anak yang jatuh tersungkur jauh dihadapanku. Aku tak tau kenapa aku malah berlari menghampirinya. Bukannya cuek dengannya. Aku bahkan tak kenal dengannya. “Gwaenchanayo?”, tanyaku pada bocah yang tadi tersungkur itu.
“Appo.. Neomu appo”, adik kecil tadi menangis. Aku khawatir. Apalagi di jalanan ini sudah banyak lalu lalang orang. Tapi-... tunggu-tunggu! Sejak kapan aku, seorang Lee Jiah, peduli dengan keadaan sekitar? Apa mungkin.. Ah, aniya! Aku saja bergidik membayangkannya
“Nggh.. Apa benar-benar sakit? Kita ke rumah sakit, nae?”, tanyaku pada adik kecil itu. Tapi dia malah menggeleng-geleng kuat. “Ani! Aku benci rumah sakit!”,bantahnya kuat.
Aku berfikir keras. Aha! I have an idea ^^d. “Kalau begitu, bagaimana kalau kuobati di rumahku saja?”, saranku. Adik kecil yang ada di depanku ini hanya menatapku lama. Mungkin dia sedang mempertimbang-timbangkan. Aku juga menatapnya.
Matanya.. Rasanya aku pernah mengenal mata itu, bathinku ketika melihat matanya.
“Tapi aku tidak bisa berjalan, noona. Rasanya sakit sekali.”
Hmm.... “Aku gendong. Bagaimana?”, tawarku kemudian dan dijawab dengan anggukan mantap darinya. Akupunn segera menggendongnya dan segera berjalan ke rumah lagi. Hhh...Mungkin hari ini aku akan absen, helaku. Lagipula, seingatku hari ini di S School tidak ada pelajaran. Hanya ada pertandingan basket antar angkatan.
Rencananya aku akan membaca buku The Legend of Camelot di perpustakaan sekolah, yah.. untuk bahan skripsiku. Tapi kurasa itu hanya tinggal rencana saja. Dan lagipula, tugas skripsi Bahasaku dikumpulkan bulan depan. Jadi, setidaknya masih ada banyak waktu.
--Sesampainya di rumah—
“Duduklah.”, perintahku singkat. Adik kecil itu hanya menurut untuk duduk sambil memandang sekeliling rumahku. Tatapannya sedikit menggambarkan ketakutan. Memang tak salah dia ketakutan, rumahku ini memang terlihat seram bagi orang yang belum pernah memasukinya. Banyak sarang laba-laba yang menjuntai bebas di sudut-sudut ruangan. Suasana yang cukup mencekan dipadu dengan semua bahan di rumahku yang terbuat dari kayu.
Aku mengambil kotak P3K-ku dan menghampiri adik kecil itu. “Kemarikan lututmu, please.”, pintaku lembut melihat tanda-tanda ketakutan di raut wajah manisnya. Yah, mungkin saja dia berfikir bahwa aku adalah seorang nenek sihir yang menyamar sebagai gadis remaja yang mencari mangsa untuk nantinya dijadikan santapan malam.
Bukannya mengemarikan lutunya, dia malah semakin takut dan mundur hingga dirinya terjebak antara punggung sofa dan aku. Aku memutar mataku bosan dibalik poni panjang yang menutupi wajahku. Aku melangkah ke cermin, mengambil sepasang jepit dan menjepit keatas poniku hingga mataku terlihat. Setelah itu, aku segera menghampirinya.
“Tenanglah, aku tak akan menyakitimu.”, tenangku sembari menyunggingkan senyum lembutku. Senyum yang sudah lama tak menghiasi bibirku. Tanganku meraih lututnya yang terluka akibat bergesekan dengan permukaan aspal.
Dia sedikit melunak. Aku menyunggingkan senyumku. Aku segera membasuh lukanya dengan antiseptic agar lukanya menjadi steril. Lalu membubuhkan obat merah. Tak lupa kututup lukanya dengan balutan kapas yang kurekatkan dengan plester luka.
“Sudah selesai”, ucapku lalu duduk disampingnya. “Ada lagi yang terluka?”, tanyaku pada adik itu.
Dia hanya menggeleng pelan denga senyumnya yang sangat manis. “Ani. Kamsahamnida, noona”
Aku hanya menunjukkan senyum riangku. Tanganku meraih sepasang rambut yang melekat di rambutku. Hendak melepas jepitnya. Tapi tanganku dihentikan oleh sebuah tangan yang mengenggam lenganku lembut.
“Noona mau apa?”, tanya adik itu heran.
“Aku risih dengan jepit ini. Bisakah aku melepasnya?”, jawabku.
“Jangan, noona. Noona lebih cantik jika poni noona seperti ini”, bantahnya.
“Aish.. Baiklah. Ireumi mwoyeyo?”, tanyaku lagi
“Jo Hyunmin imnida. Ireumi mwoyeyo, noona?”
Aku sedikit tertegun. Jo Youngmin, Jo Kwangmin, Jo Hyunmin. Kenapa marga mereka semua sama?, fikirku penasaran.
“Jiah. Lee Jiah imnida. Kau tak pulang, Hyunmin?”, aku mencoba membuka obrolan
“Ani. Dirumah sangat membosankan.”, jawabnya lalu berselonjor ringan di sofa.
Hendak aku ingin bertanya kenapa, tapi suara ketukan menghentikanku. “Sebentar, Hyunmin”, kataku pada Hyunmin. Kudengar suara ketukan itu lagi. “Chamkanman!”, teriakku lalu berlari menuju pintu utama.
Aku membuka pintunya dan aku tertegun melihat siapa orang yang mengetuk pintuku disini. Seseorang yang tak pernah kuharapkan bahkan kufikirkan kedatangannya di sini. Di rumahku yang tak terawat. Tapi, nyatanya dia sekarang ada di hadapanku.
Jiah POV –End-
Youngmin POV
Teett… Teeettt….. Teeetttttt…
Padahal bel masuk sudah berbunyi, tapi sejauh ini aku belum melihat yeoja yang kutunggu-tunggu memasuki gerbang.padahal aku sudah sengaja dating pagi-pagi hanya untuk menyambutnya. Yah, untuk apa lagi kalau bukan karena taruhan itu? Tapi seperti yang kukatakan tadi, aku sama sekali tidak melihat Lee Jiah memasuki gerbang.
“Siapa sih yang kau tunggu? Dari tadi celingukan gitu.” Kwangmin tiba-tiba menepuk pundakku. Aku mendongak, menatapnya yang tengah berdiri di sampingku. Dan aku yang masih duduk manis menunggu yeoja manis itu datang ==” Tapi percuma saja aku menunggu. Gerbang sudah ditutup. Tak memungkinkan bagi orang ‘lain’ masuk seenaknya sendiri. Yah, kecuali Jo’s Family.
“Kau tau siapa yang sedang kucari, Kwang. Kemana dia?”, jawabku setengah kesal.
“Ah, sudahlah. Kajja kita siap-siap untuk pertandingan.”, tengah Kwangmin sambilnmenarik tanganku. Aku menarik tanganku balik. Pertanda aku menolak ajakannya.
“Ani. Aku tidak akan ikut pertandingan.”, bantahku pelan.
“MWO!? Andwe! Kau harus ikut, hyung”
“Aniya. Aku tak bisa, Kwang. Aku harus mencari dia atau harga diriku bakal kau permalukan”, kataku bersikeras lalu memutar bola mataku bosan.
Bukannya pergi, Kwangmin malah memandang mataku penuh selidik. Seakan mencari sepercik kebohongan dari ucapanku tadi. “Waeyo, hyung? Jawabanmu tak sama dengan sorot matamu. Apa kau sudah jatuh hati dulu? Bahkan sebelum kau membuatnya jatuh hati?”, katanya kemudian.
Aku sedikit tertegun dengan penyataan Kwangmin itu. Tapi, segera kukendalikan fikiranku. “Tentu saja tidak, Kwang-ah”, bantahku lembut.
Kwangmin memutar bola matanya. “Terserah kau saja lah, hyung!”, kata Kwangmin cuek lalu berlalu begitu saja.
Bersamaan dengan kepergian Kwangmin tersebut, aku juga pergi dan menuju ruang dokumentasi. Mencari data-data siswa. Fikiranku berputar-putar dengan kata-kata Kwangmin tadi. Apa benar aku sudah jatuh hati terlebih dahulu dengannya?, fikirku.
Aku memandang lembar itu. Menatap foto yang ada di halam itu. “Yeppeo”, gumamku. Lalu akupun segera merobek kertas terdekat dan menulis alamat rumah yang tertera di halam itu. Mengendarai sepeda motor metalikku dan mengendarainya keluar dari lingkungan sekolah.
--Sesampainya disana—
Aku tertegun sebentar melihat rumahnya. Lalu kucoba pastikan rumah itu adalah rumah yang kucari atau bukan, dan ternyata benar. Aku sedikit menelan ludahku ketika memasuki halaman rumah itu. Lalu mengetuk pintunya pelan ketika telah berada di depan pintu.
Kutunggu beberapa saat setelah mengetuk pintu. “Chamkanman!”, kudengar suara seseorang dari dalam dan setelahnya derapan langkah saling beburu terdengar. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka dan sosok yeoja yang kucari menyembul dari balik pintu itu.
Aku berdeham-deham membersihkan tenggorokanku yang sebenarnya tak sedang kotor. “Ehm, Annyeong”, sapaku canggung. Dia hanya terdiam cukup lama, lalu kulihat dia mundur beberapa langkah dan hendak menutup pintu. Aku menahannya denagn tanganku, “Waeyo?”, tanyaku. Tapi reaksinya tetap sama:diam.
Aku memutar bola mataku. Susah sekali yeoja satu ini!? Tapi, Hwaiting Jo Youngmin!! Dia pasti akan lunak dengan sendirinya, ujarku dlam hati. Berusaha menyemangati semangatku yang mulai turun ini. Lagi-lagi aku berdeham. “Ehm bolehkan aku masuk?”.
Yeoja itu terdiam lagi. Rasanya aku benar-benar putus asa dengan ini. Kau tau? Alasan terkuatku berani mengambil taruhan ini hanya karena aku sama sekali belum pernah ditolak bahkan untuk sekalipun oleh yeoja.
“Ani. Mianhamnida”, jawabnya lama kemudiansambil membungkuk 45˚. Lalu hendak menutup pintu lagi, tapi kutahan lagi sebelum tertutup sempurna. “Wae?”, tanyaku lembut. Aku berusaha menembus poni yang menghalangi pandangan matanya. Berusaha membaca pikirannya. Tapi sia-sia.
Tiba-tiba saja.. “Gyaaa~ !!!!!!!!!!” terdengar teriakan dari dalam. Rasanya aku mengenal suaraini. Sangat familier di telingaku. Tapi aku tunda kegiatanku mengingat-ingat dan mengikuti yeoja itu memasuki rumahnya. Di sana, di sofa itu kulihat siapapun yang tak pernah ada alam otakku bahwa dia berada di rumah seorang Lee Jiah. Apa dia sudah mengenal Jiah sebelumnya?
“Waeyo, hyunmin?”, Tanya Jiah disampingku. Terdengar nada cemas di perkataannya itu. Aku sedikit mengangkat alisku. Reaksi yang tak pernah kulihat.
Bukannya menjawab, bocah itu malah terkikik pelan. “Aniya, noona. Aku hanya iseng”, jawabnya watadis -_-
Entah ada apa, aku merasakan ada aura marah di dekatku. Aku tau, aku tau sumbernya. Ne, pasti dia. Mau siapa lagi? Aku segera berjalan menghampiri bocah yang tak lain adalah adikku, Jo Hyunmin, dan…… PLETAK!
Hyunmin mendongak dan berkata, “Aigoo, appo noo-..”, kata-katanya terputus sebelu ia menyelesaikannya. Bukan seperti yang ia fikirkan menjitaknya tadi. “Iseng juga ada batasnya”, kataku.
“H.. Hyung? Ke.. Kena.. Kenapa ada di.. sini?”, Tanya Hyunmin tergagap.
“Waeyo? Noen shireoyo?”, tanyaku balik sambil duduk di sebelahnya. Bukannya menjawab, Hyunmin malah menundukkan kepalanya. Aku hanya diam menunggu ada kata-kata yang keluar dari mulut Jiah ataupun Hyunmin. Tapi mereka hanya diam saja seperti patung. Apalagi Jiah. Gyahaha~ dia berdiri tegak sambil menudukkan kepalanya tak berbicara sepatah katapun.
“Jadi, kenapa kau bisa disini, Hyunmin?”, akhirnya akulah yang memutuskan membuka pembicaraan. “Dan Jiah, kenapa kau tak duduk?”, lanjutku. Kemudian Jiah duduk tapi jauh sekali dari kami.
“Aku tak membolos, hyung. Aku tadi terjatuh waktu perjalanan meu kesekolah. Dan Jiah-noona yang menolongku.”, jawab Hyunmin masih menunduk.
“Jadi begitu.. Apa benar begitu, Jiah?” aku mencoba membuka percakapanku dengan Jiah. Tapi sungguh mengecewakan Jiah hanya menjawabnya dengan satu kata:”Ye”
Aku menyemangati lagi diriku sendiri. ”Kenapa kau tak masuk sekolah?”, tanyaku pada Jiah. Tapi kini aku berjalan menghampirinya. Jiah tetap menunduk. Lama dia terdiamdengan aku yang berdiri di hadapannya. Cih! Aku benar-benar jengah!
Aku berlutut di depannya agar dapat melihat wajahnya. “Kenapa hari ini kau absen?”, ulangku lagi denagn senyum terpasang indah di bibirku ini. Tiba-tiba saja ada hawa dingin yang menembus kulitku dan seakan-akan meremukkan tulang belulangku. DEG! Ommo~ Kenapa dia bisa sedingin ini? Aish! Kalau begini terus mana mungkin aku bisa membuatnya jatuh hati padaku? Tapi.. Aish! Hwaiting, Jo Youngmin~!!! \( _ _ )/
“Bukan urusanmu!”, jawab Jiah singkat. Namun sangat dingin.
Sedikit kutegak salivaku sendiri. Jujur, dia sangat menakutkan -_- “Tentu saja itu urusanku. Kau tau siapa aku ‘kan?” aku berusaha keras agar tetap terlihat santai. Dan semoga saja berhasil.
“Ya. Kau Jo Youngmin. Anak sulung dari pemilik S School, Jo Youngdae.”, jawab Jiah. Rasa dingin tadi.. mendadak menghilang.
Aku memandang wajahnya lama. Rasa penasaran tiba-tiba menyelimuti hatiku. Mungkin ada kekuatan tak terlihat atau apapun itu aku tak tau, yang menggerakkan tanganku untuk menyibakkan poninya. Dia tampak terkejut dengan tindakan mendadakku, tapi aku mengabaikannya. “Neomu yeppeo.”, gumamku lumayan keras agar Jiah bisa mendengarnya.
Tak salah, dia memang mendengarnya. “Jangan lancing kau!”, bentaknya datar sambil menatap mataku. Tak ada tatapan marah di matanya. Seakan hawa dingin yang kurasakan tadi bukanlah bersumber dari dia. Tatapannya pun sebenarnya bukan datar. Hanya.. well, seperti foto yang kulihat di buku identitas siswa yang tadi kucari diruang dokumentasi.
Aku tersenyum manis. “Jeongmal. Neomu yeppeunda. Jeongmal yeppeunda.”, ucapku. Jujur, hanya itulah yang ada di fikiranku. Bukan merupakan sebuah gombalan. Terlihat Jiah membelalakkan matanya sedikit. Wajahnya sangat cantik. Rasanya ingin sekali aku menciumnya. Tapi.. Ah! Apa sih yang kau fikirkan, Jo Youngmin!? ==”
“Ehm.”, suara dehaman yang cukup keras dari belakangku membuatJiah mendongakkan kepalanya. Tentu saja menatap sumber dehaman itu. Tapi tidak denganku. Aku mesih memandangnya.
Youngmin POV –End-
Jiah POV
--Malam harinya—
Aku menghabiskan makan malamku dan segera meringsut lelah ke tempat tidur. Fikiranku melayangdi saat tadi. Waktu Youngmin menyibakkan poniku dan menatapku dalam. Oh ya! Dan juga megucapkan kata “Yeppeo” berulang-ulang kali. Hatiku serasa melayang saat mengingatnya. Aku jadi tersenyum-senyum sendiri membayangkannya. “Tuhan, apakah ini yang dinamakan berbung-bunga?”, gumamku sendu menatap langit-langit kamarku.
Lalu, untuk kesekian kalinya, aku kembali teringat vonis uisa. Aku mengalihkan pandanganku ke arah kalender. “Apa yang kini harus kulakukan, Tuhan?”. Aku mendesah dalam lalu menutup mataku dan bersiap menuju angan tidurku.
“Saranghae, Jiah”, kata Youngmin tiba-tiba. Aku terenyak lalu menatap matanya dalam berusaha mencari kebenaran dari mata coklatnya itu. “Jeongmal?”, tanyaku memastikan.
Bukannya menjawab, Youngmin malah memelukku. Awalnya, aku risih denagn tindakannya itu. Tapi lama-lama aku membalas pelukannya. Merasakan hangat tubuhnya dan juga aroma yang terkoar darinya. Tuhan, aku tak ingin kehilangan ini. Tolong hentikan waktu agar aku bisa merasakan ini lebih lama, Tuhan…
Lalu Youngmin mendorongku lembut hingga tatapan kami bertemu. Perlahan namun pasti, Youngmin mendekatkan permukaan wajahnya ke wajahku lalu memiringkan kepalanya dengan mata yang perlahan menutup. Aku yang mengetahui apa yang hendak Youngmin lakukan hanya diam dan menutup mataku. Tanpa berontak dan hanya menunggunya.
Tapi tak kunjung kurasakan apa yang kufikir akan Youngmin lakukan padaku. Akupun membuka mataku dan melihat sosok yeoja yang taka sing sama sekalidi mataku terbaring lemah di atas kasur dengan selang-selang yang menyambung dengan tubuhnya. Disekitar yeoja itu ada seorang uisa dan beberapa perawat yang menatap yeoja itu perihatin. Disamping yeoja itu, ada sosok namja yang sangat kukenal. Rambutnya… blonde.
Tak butuh waktu yang lama untuk menyadari bahwa yeoja itu adalah aku. Ya. Lee Jiah. Dan namja itu adalah Jo Youngmin. Namja itu masih saja terisak-isak sambil menggoyang-goyangkan bahu yeoja yang terbaring itu kuat. Air mata mengalir deras di sudut matanya. Entahlah, tapi aku merasa seperti sebuah CCTV di sini.
Aku… aku.. aku tak bisa. Ke..kenapa? A..apa ini?
“Andweee!!!!!!!!”, teriakku nyaring dan langsung terduduk. Aku mengedarkan pandanganku ke sekelilingku. Baru kusadari, aku tadi bermimpi. Kulirik jam digital yang terpampang rapi di sisi tempat tidurku. Pukul 00:05. Aku menarik nafas panjang lalu menghembuskannya pelan. Mimpi macam apa tadi? Apa yang sebenarnya kau rencanakan untukku, Tuhan? Aku menatap langit-langit kamarku resah.
RCl~ Don't forget XDD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar