6.12.13

Feel Alive (Chap 1)



Summary :
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling lucu. Mereka diberi Tuhan otak untuk berfikir, gravitasi untuk menarik mereka dan banyak hal-hal istimewa yang diberikan Tuhan hanya kepada makhluk berakal tersebut. Tapi, kebanyakan manusia malah memilih untuk membuang pemberian-pemberian tersebut.

Sepasang otak di dalam tengkorak kepala mereka yang memiliki keistimewaan untuk berfikir dan mengingat lebih dari yang bisa Kami lakukan, justru malas untuk mereka gunakan.
Gravitasi yang menarik mereka justru mereka gunakan untuk membuat diri mereka tidak tertarik lagi oleh gravitasi(re:bunuh diri). Ada juga yang memanfaatkan gravitasi untuk menodai ciptaan Tuhan yang sempurna dalam tempat tinggal mereka(re:pengeboman).

Aku berfikir, jika aku bisa menjadi seorang manusia lagi, apa itu akan menjadikan hidupku menarik? Tapi, sungguh. Aku ingin mendapatkan salah satu jantung dari makhluk Tuhan teristimewa tersebut dan hidup sebagai manusia yang memiliki akal dan nafsu.

Perkenalkan, aku Shim Hyunseong. Manusia yang gagal untuk terlahir ke dunia kecil yang indah. Kau pasti mengerti dengan apa yang kumaksudkan “gagal terlahir”, bukan? Ya, aku mati sesaat ketika aku dilahirkan. Sungguh ironis, bukan? Aku diciptakan oleh-Nya dan kembali kepada-Nya bahkan sebelum aku bisa melihat langit biru.

Jika banyak orang yang beranggapan, bayi yang mati saat atau sebelum lahir maka ia dinyatakan masih suci dan ia akan langsung dimasukkan kedalam Surga Tuhan yang besar dan indah. Sebenarnya, anggapan itu tidaklah salah. Memang sesaat setelah jantungku tidak berdetak lagi, malaikat turun untuk menuntun rohku. Membawaku ke tempat dimana seharusnya aku berada. Tapi, sebuah keanehan terjadi. Aku tidak tau seperti apa atau bagaimana yang terjadi padaku. Karena, ingatanku tentang hari itu ditutup oleh malaikat yang mengasuhku, Kim Donghyun.






Takdir Tuhan tidak dapat ditentang, apalagi dirubah..




Tapi, bila hal itu terjadi….





FEEL LIFE, 1ST CHAPTER

Gadis kecil yang lucu dan menggemaskan. Rambut hitamnya yang panjang terurai dengan jepit berbentuk buah-buahan yang bersemat di sisi kiri kepalanya agar tak menghalangi pandangannya. Dengan air liur yang nyaris menetes di sudut bibirnya, gadis berumur 5tahun ini berjinjit supaya ia bisa melihat apa yang dilakukan appa-nya di balik meja counter dapur. Wangi bawang putih yang ditumis beserta bunyi-bunyi yang menandakan appa-nya sedang memasak sesuatu di dapur, semakin menambah produksi air liur di dalam mulut gadis mungil itu.

Ia semakin berjinjit agar setidaknya ia bisa melihat apa yang dimasak appa-nya. Tubuhnya yang cukup mungil berbanding dengan meja counter yang tingginya sekitar 150cm tak cukup membuat gadis itu bisa melihat apa yang ia ingin lihat.

Hingga sebuah tangan terulur dangan lembut mengusap puncak kepala gadis mungil itu. Alhasil, gadis itu mendongak dan tersenyum senang sambil menaikkan kedua tangannya, isyarat agar wanita paruh baya dihadapannya mau menggendongnya.

Wanita paruh baya tersebut sedikit tertawa geli lalu mengangkat buah hatinya yang manis dan masih polos kedalam gendongannya.
“Eomma, appa masak apa? Baunya halum sekali.”, ucap gadis mungil itu dengan mata yang berbinar-binar.

“Eomma juga tidak tau, Bora. Kita tunggu saja, nae?”, jawab wanita paruh baya yang tak lain adalah eomma dari gadis mungil—Kwon Bora, lembut dan menenangkan. Tangan wanita itu terangkat dan merapikan beberapa helai rambut Bora yang nampak berantakan.

Bora mengangguk pasti lalu berteriak pada appa-nya, “Appa halus masak yang enak, nae?”

“Appa akan masak cacing goreng untukmu, Bora sayang”, balas appanya sambil terkekeh geli.

Kedua alis Bora terpaut sempurna. Matanya memancarkan tatapan jijik ditambah dengan bibir mungil yang ia sedikit majukan. “Cacing goleng itu menjijikkan. Bola tidak mau makan~!”, ucap Bora sedikit kesal. Tapi, justru wajah kesalnya itu yang membuat orang-orang disekitarnya tertawa geli. Pasalnya, wajah Bora saat sedang kesal sangat lucu dan semakin menggemaskan.


Sambil memindahkan masakan dari wajan penggorengan ke dalam mangkuk kaca berukuran sedang, lelaki paruh baya yang dipanggil Bora dengan sebutan ‘Appa’ tersebut berucap, “Apapun yang appa masak, jadinya pasti akan enak.”

Bora semakin memajukan bibirnya. “Tapi cacing itu menjijikkan, appa! Meleka hidup di tanah dan menggeliat-liat sepelti ulat. Meleka itu licin dan menjijikkan. Eomma, aku tidak mau makan cacing..”, ucap Bora merajuk menggemaskan.

Mengabaikan rajukan dari bibir bocah mungil tersebut, Tuan Kwon berbalik dengan mangkuk kaca di tangannya. Sambil berjalan kearah meja counter, lelaki paruh baya ini berucap dengan nada riang, “Makanan sudah jadi~~ Silahkan dicicipi, Bora dan istriku tersayang~”

Kedua alis Bora yang sempat terpaut, terangkat sempurna saat mangkuk yang dibawa appa-nya ada di atas meja counter. “Ini bukan cacing goleng, appa! Ini mie goleng!”, ucap Bora senang saat melihat apa yang ada di dalam mangkuk yang dibawa appanya. Dan yang pasti, itu bukanlah cacing goreng -_-a

Keluarga kecil yang bahagia. Bahagia. Seperti kata itu bermakna sementara dan sama sekali semu apabila berada dalam lingkungan yang juga semu. Tawa, kegembiraan dan kesenangan. Seolah itu adalah hal yang paling disukai oleh semua manusia. Makhluk yang polos. Mereka tertawa dan gembira, padahal mereka tak tau apa yang akan terjadi setelahnya



12 Tahun Kemudian..

Melamun. Kata yang tepat untuk menggambarkan kegiatan yang sering dilakukan oleh Jo Kwangmin, namja jangkung berambut hitam yang tengah duduk santai di platform rumahnya. Langit malam yang biru bersih. Bintang tampaknya sedang menghilang untuk sementara malam ini. Begitu juga bulan yang entah mengapa tak nampak bahkan sekalipun hanya pancarannya.

Kosong. Kata yang tepat. Baik di langit malam maupun di ruang dalam hati Kwangmin. Kosong, sepi dan hampa.

“Hyung, apa aku ini adalah orang yang paling bodoh di dunia?”, tanya Kwangmin pada angin malam yang bertiup lembut. Otaknya memutar kejadian yang dialaminya bersama hyung 6 menitnya—Jo Youngmin beberapa bulan yang lalu.

Kepalanya menunduk, memandang bekas luka memanjang di betis kirinya. Bekas luka yang mengingatkannya pada sebuah kecelakaan. Kecelakaan yang membuatnya kehilangan satu-satunya saudara yang ia punya.

“Hyung, kalau saja waktu itu aku menuruti perkataanmu untuk memeriksa mobil terlebih dahulu, mungkin sekarang ini kau akan disini. Hyung, nan jeongmal bogoshipeoyo..”

Sebuah penyesalan selalu datang terakhir, bukan? Ketika penyesalan itu datang, seseorang cenderung untuk berambisi kembali ke masa lalu dan membuat penyesalan tak pernah ada. Jika itu terjadi, dimensi waktulah yang paling berperan.

Membuat perjanjian kepada makhluk yang berbeda bentuk, terkadang hanya akan memperolehkan kerugian. Begitu juga  apa yang selalu ditawarkan oleh Shim Hyunseong.


XXX


“Donghyun-ssi!”, panggil Hyunseong sambil melayang mendekat.

Lelaki paruh baya yang dipanggil Hyunseong dengan nama Donghyun tersebut berbalik lalu tersenyum pada orang yang memanggil namanya. “Apa kabarmu, Shim Hyunseong? Lama tak bertemu.”, tanya Donghyun mencoba membuka pembicaraan terlebih dahulu.

“Seperti yang kau lihat saat ini, Donghyun.”, jawab Hyunseong singkat sambil tertawa pelan.

Donghyun ikut tertawa pelan. “Kau gagal lagi, eoh? Sepertinya besar juga ya ambisimu..”, balas Donghyun.

“Kau taulah apa yang membuatku begitu berambisi seperti ini.”, jawab Hyunseong ringan. Matanya mengarah pada seorang yeoja di Bumi yang tengah berjalan santai.

Donghyun mengikui arah pandangan Hyunseong.”Apa yang membuatmu begitu berambisi pada yeoja dibawah sana itu? Kufikir ia bisaa-bisaa saja. Kecuali tentang takdir buruk yang menimpanya.”

Hyunseong tersenyum tipis. Senyum yang menggambarkan kemirisan hatinya.
“Dia adalah yeoja yang hebat. Walau dalam waktu yang bersamaan juga yeoja yang lemah. Entah kenapa, aku ingin berada disampingnya dan menjadi sandarannya.”

Donghyun menolehkan kepalanya untuk menatap bola mata anak asuhnya. Dalam diam, Donghyun menyelami fikiran Hyunseong lewat pancaran matanya. Dan hasilnya cukup mengejutkan. Apa yang ada di dasar sana, hal yang tidak disadari oleh Hyunseong.
“Kami, hampir tak ada satupun dari Kami, yang bisa merasakan apa yang kau rasakan. Itu tentu, bukan? Kami terbuat dari cahaya, sedangkan kau terbuat dari tanah yang dengan beruntungnya menjadai salah satu dari cahaya. Aku penasaran, bagaimana rasanya berada di posisimu..”

Lagi-lagi, Hyunseong tertawa renyah. “Aku masih bingung hingga saat ini. Mengapa kau memungutku waktu itu?”, tanya Hyunseong, tak melepas perhatiannya sedikitpun dari seorang yeoja di bawah sana.

“Mengapa kau begitu ingin tau? Manusia kadang cenderung untuk lebih baik tidak mengetahui masa lalu daripada nantinya masa lalu tersebut menganggunya. Walaupun kau memang sudah bukan manusia lagi, tapi nafsu manusia masih tertinggal di dalam tubuhmu.”, Donghyun sedikit memajukan tubuhnya hingga kini dia berdiri beberapa langkah di depan Hyunseong.

“Seorang malaikat selalu berhati-hati atas apa yang dilakukannya. Aku yakin kau juga termasuk tipikal malaikat yang seperti itu. Tapi, melihat tindakanmu ini, kalau Tuhan mengetahuinya, aku yakin kau akan dicap sebagai malaikat jatuh, Donghyun-ssi..”

“TIdak ada satu halpun di dunia ini yang tidak Tuhan ketahui. Dunia yang megah ini adalah ciptaannya. Sangat lucu jika Tuhan tak tau apa yang tengah dilakukan oleh ‘karya’nya. Karna toh, Dia yang mengendalikannya.”

Hyunseong terdiam sejenak. Ia tengah berfikir tentang serentetan kalimat yang akam membuat Donghyun membuka mulut tentang “hal itu”. Dilihatnya, yeoja yang selama ini selalu menarik perhatiannya, yeoja itu diikuti oleh beberapa namja yang secara cover dapat dilihat sebagai namja nakal. Yeoja itu tidak menyadarinya dan tetap berjalan santai. Hingga saat ia tepat membuka pintu kelasnya, guyuran tepung dan air menyiramnya begitu saja.
Namja nakal yang dibelakangnya, dengan gerakan cepat mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ransel mereka dan melemparkannya ke arah yeoja tadi. Benda itu adalah telur. Disambut dengan gelak tawa dari seluruh isi kelas seolah hal memalukan itu adalah sebuah tontonan, namja-namja nakal yang memang sudah merencanakan semua ini lalu bertos ria satu sama lain.

Hyunseong bergumam kesal melihat kejadian itu. “Manusia yang berkelakuan seperti itu bahkan lebih buruk daripada iblis sekalipun.”, komentar Hyunseong sebal. Jarang hal ini terjadi, hatinya terasa sedikit sakit saat melihat yeoja itu berlari kecil sambil beruraian air mata dari tempatnya tercengang yang tak lain di ambang pintu kelas tadi. Kemana? Tentu saja ke toilet untuk membersihkan penampilannya yang memalukan.

Donghyun mengikuti arah pandangan Hyunseong. “Pasti rasanya seperti makhluk terbodoh yang pernah diciptakan Tuhan, bukan?”, terka Donghyun ringan.

Sebuah smirk terpasang di bibir Hyunseong. “Itulah mengapa aku begitu  berambisi tentang jantung manusia. Aku tak igin kejadian seperti ini atau mungkin saja yang lebih buruk terjadi padanya.”

Donghyun tertawa ringan lalu menepuk pundak Hyunseong menenangkan. “Kau pasti tau apa yang tengah kau hadapi. Bersiap-siaplah dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Aku akan membantumu sebisaku. Mengenai masa lalu itu, aku akan memberitaukannya nanti.  Tidak sekarang.”

Hyunseong menatap punggung Donghyun yang bersemat sepasang sayap putih dan tengah mengembang untuk membawanya pergi. Ia tahu, makhluk Tuhan yang satu itu memang tak bisa dibilang terlampau mudah untuk dibujuk.

XXX

Sepasang mata, yang tengah menatap kepergian seorang yeoja yang dianggap sebagai tontonan oleh seisi kelas. Rasa iba dan kasihan terpancar dari kedua bola matanya. Dan lagi, ia kembali menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang baru saja terjadi.
Jika saja Jo Youngmin tidak mati atas kecelakaan yang menimpa mereka, suasana kelas yang bising tak akan pernah ada. Tak ada seorangpun penghuni K HighSchool yang yang berani menentangnya. Termasuk para guru bahkan dewan sekolah juga. Namja pemegang sabuk hitam Taekwondo yang sekaligus bernota-bane sebagai anak pengacara terkenal dan termahal di seluruh Asia, siswa yang paling disegani.

Lalu, bagaimana dengan Jo Kwangmin sendiri? Tidak, kau salah jika beranggapan bahwa Kwangmin adalah kebalikan dari Youngmin. Kwangmin pun sama hebatnya dengan Youngmin. Hal ini yang membuat fenomena tersendiri di K HighSchool. ‘Anak Kembar yang Disegani’, begitulah kalimat kerennya.

Lantas, jika itu memang benar adanya, mengapa ia harus menyesali atas kepergian Youngmin? Toh ia juga pemegang sabuk hitam Taekwondo. Tentu saja Kwangmin bisa menertibkan siapapun di sekolah ini, kalau dia mau. Itulah letak kelemahannya. Kemauan dari dalam dirinya tergantung pada seberapa besar orang terdekatnya yang mempercayainya.

Jo Youngmin adalah Hyung 6 menitnya sekaligus orang yang palingg dekat dengannya. Bagi Kwangmin, Youngmin adalah satu-satunya harta yang ia punya. Satu-satunya penyemangatnya.

Entah ada angin apa, Kwangmin menggebrak mejanya sambil berdiri. Spontan, seluruh isi kelas menjadi hening. Beberapa siswa yang sempat mengobrol dengan temannya menghentikan aktifitasnya dan duduk manis menghadap ke depan. Dengan cepat dan takut, petugas piket kelas hari ini langsung beranjak dan membereskan kerusuhan 2menit yang lalu.

Kwangmin berjalan ke arah pintu. Namun, ia berhenti sebentar tepat sebelum ia sempat keluar. Memandang hasil kerusuhan 2menit yang lalu dengan tatapan jijik. Lalu menendang ember didekatnya dengan sedikit sebal. Yang menghasilkan tatapan takut dari kedua petugas piket yang tengah membersihkan kerusuhan tersebut.

“Jo Kwangmin is back”, bisik beberapa orang dikelas sesaat setelah Kwangmin keluar meninggalkan kelas.

“Setelah cukup lama Youngmin pergi, kenapa baru sekarang Kwangmin kembali? Apa yang terjadi?”, bisik beberapa orang lagi.

“Iya, aneh sekali. Kenapa Kwangmin sebegitu lamanya untuk merelakan Youngmin?”

“Atau jangan-jangan, Kwangmin yang menyebabkan kecelakaan itu?”

“Apa? Itu kan tak mungkin..”

“Hei, hei. Cukup. Kalau pembicaraan kalian sampai didengar Kwangmin, kita semua bisa mati.”

Begitulah desas desus yang sempat terdengar sesaat setelah Kwangmin pergi dari kelas.

Tbc…

19.4.13

Drabble [Youngmin]


Tittle     : Didn't Exist Again
Author  : Hime Misaki
Genre    : Fantasy, Sad, Romance
Cast       : Lee JiEun (IU)
                 Jo Youngmin (Boyfriend) and other member of Boyfriend

Caution !
  Cerita dalam FF ini hanyalah karangan otak kecil author saja. JIka ada yang sama dengan FF yang pernah readers baca, itu hanya kebetulan belaka. Oke? Jangan judge author :3
No Plagiarism, No CoPas, No Ctrl+C then Ctrl+V, No Share without permittion. God always see you guys :)





The Story… Is beginning…
Start now~
(~ ‘v’)~ ~(‘v’ ~) ( ._.) (._. ) Yeah, yeah! (~ ‘v’)~ ~(‘v’ ~) ( ._.) (._. )







JiEun POV
 “Oppa, aku lelah. Aku sudah tidak kuat lagi berlari, Oppa…”, keluhku pada namja blonde di depanku. Sudah tak terhitung berapa banyak jejak kaki kami yang terlukiskan dari bakiak yang kami pakai. Membuat nafasku tersenggal-senggal.

Namja blonde dihadapanku berhenti sejenak. Ia berbalik untuk menatap wajahku yang memang sudah sangat kelelahan. “Kita tak bisa berhenti disini, JiEun. Aku gendong, nae?”, tanyanya. Dari nada suaranya, terlihat sekali dia sangat khawatir kepadaku.

Aku berfikir, jika dia menggendongku nanti malah dia yang akan merasa kecapaian. Tapi, kalau aku memaksakan untuk terus berlari, aku pasti akan pingsan di tengah jalan nanti. Sementara banyak Siluman yang berkeliaran di belakang kami. Apalagi sang ketua Siluman sedang mengincar nyawa namja blonde dihadapannya ini. Argh! Eottteohkae!?

Seakan bisa membaca pikiranku, namja blonde-Youngmin langsung menambahkan, “Kalau aku tak special, mereka tidak akan mengincarku. Lebih baik kita pergi sekarang juga, JiEun.”

Sesaat setelah Youngmin menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba saja aku merasa tubuhku sudah tak menapak tanah lagi.
JiEun POV –End-


Author POV
Tanpa banyak kata-kata lagi, Youngmin langsung mengangkat tubuh mungil JiEun. Namja ini memejamkan matanya sejenak, dan saat ia membuka matanya lagi, bola matanya berubah menjadi warna biru azzura yang tak pernah sekalipun dilihat JiEun.

Seolah mendapatkan kekuatan beribu-ribu kali lipat, membawa JiEun di pelukannya hanya serasa mengangkat seekor semut. Dengan sigap, Youngmin segera meloncat dari satu pohon ke pohon lainnya agar segera sampai lebih cepat ke kuil milik kakek JiEun.

Tapi, ditengah perjalanan, mereka dihadang oleh siluman ular dengan air liur menjijikkan yang menetes dari sepasang taring lunaknya. “Ssshaaa~”, desis ular itu menantang generasi terakhir keluarga Jo yang terhormat dan terkenal mampu menaklukkan segala jenis siluman pada masa ini. Sedangkan saeng 6 menitnya, tengah berusaha menyelamatkan warga kampung yang sedang diserang oleh Youkou-Youkou pengganggu bersama ke-3 temannya.

Melihat mata merah berkilat milik Sang Siluman ular, Youngmin turun sejenak ke dahan pohon terdekat dan meletakkan JiEun disana. “Aku akan segera kembali. Jangan kemana-mana.”, pamitnya dengan mata dingin yang melambangkan keseriusannya saat ini. JiEun hanya menggangguk mantap mengiyakan.

Sedetik kemudian, Youngmin telah melesat menghampiri sang siluman dengan membawa sebilah samurai ditangannya. Samurai yang terlihat lentur namun tajam mengoyak beton sekaligus. Menambah kesan gagah pada diri Youngmin. Samurai yang tak ada yang tau sejak kapan ada di genggamannya.

Dengan sekali ayunan saja, kepala siluman ular itu terkulai di tanah dengan darah ungu yang berbau busuk menyeruak dari potongan-potongan tubuhnya. Seolah memanggil bala bantuan tepat sebelum Youngmin  memisahkan tubuhnya yang tadinya hanya satu, Siluman ular semakin banyak mengelilingi Youngmin. Bahkan, tanpa JiEun sadari, salah satunya tepat berada di belakangnya. Siap melilit dan membawa pergi yeoja itu.

Dengan sekedip mata saja, siluman itu berubah sesaat menjadi sosok manusia yang tampan. Wajahnya datar saat tubuhnya melayang menghampiri JiEun yang sedang melihat Youngmin bertempur. Tangannya perlahan namun pasti membekap mulut JiEun Dan menggotong tubuhnya. Membawanya pergi dari sana tanpa Youngmin sadari. Karena, seolah siluman-siluman yang jumlahnya kian bertambah itu menghalangi pandangannya.

Tak lama setelah JiEun menghilang, tiba-tiba saja Siluman-siluman itu pergi menjauh dengan sangat cepat. Membuat Youngmin heran. Seolah mendapatkan sentakan dari tetua keluarga Jo, Youngmin terkejut ketika mengingat tentang sesuatu. Sesegera mungkin, ia melesat menghampiri tempat JiEun tadi.

Aura biru yang membara dan mematikan makhluk hidup keluar dari tubuhnya tatkala ia melihat tak ada JiEun di tempatnya tadi.  “Kalian..”, geram Youngmin. Mata yang tadinya berwarna biru azzura, kini berubah menjadi seperti warna biru pada tengku api. “Kalian akan mendapatkan balasannya”, lanjut Youngmin semakin geram membuat sayap berwarna merah keluar dari punggungnya. Tanda amarahnya hampir mencapai klimaks.

Pohon-pohon yang tadinya berdiri rindang dan kokoh, menjadi layu dan terbakar hangus karena terbentangnya sayap legendaris itu.

In the other place…

“KHUKHUKHU… KAU MEMANG ANAK ANJING YANG BAIK.”, kekeh sang ketua Siluman melihat anak anjingnya pulang membawa apa yang dimintanya. “DENGAN BEGINI, KAU AKAN DALAM GENGGAMANKU, BOCAH SIALAN..”, tambahnya lagi sambil berjalan keluar dengan JiEun yang melayang di belakangnya.

Sang ketua siluman itu berjalan keluar dengan JiEun yang melayang tak jauh di belakangnya. Dan saat ia telah keluar, menampakkan dirinya dari kegelapan, tubuh JiEun terpampang kedepan dengan sendirinya.

Sosok ketua yang akan sangat sulit dipercaya jika kau melihatnya. Dengan segala kekuatan-kekuatan yang dimilikinya, wajahnya terlihat sangat lembut dan tampan. Tapi, siapa yang tau? Sungai yang terlihat tenang ternyata menyimpan monster yang menakutkan jauh didalamnya.

“HENTIKAN!!”, perintahnya dengan suara yang menggelegar bak membelah langit, menggema di setiap sudut tempatnya. Tak hanya ‘anak-anak’nya saja yang berhenti mengacau di desa kecil itu, tapi juga Kwangmin dan ketiga partnernya—Jeongmin, Minwoo dan Hyunseong.

Mereka berempat melayang menjauh saat para iblis berlutut hormat menghadap sebuah tebing curam. Mata mereka membulat secara serempak melihat seongok tubuh lemas yang mengambang di hadapan seorang  namja dari celah tebing curam tersebut. Tunggu, siapa dia? Namja yang di belakang itu..

“Donghyun!?”, seru Hyunseong kaget melihat kenyataan yang terbias melalui kedua bola matanya. Kenyataan bahwa Donghyun adalah ketua dari seluruh siluman-siluman yang barusaja mereka hadapi  ini.

“Aku akan memberimu pelajaran, tak perduli siapapun kau..”. Tiba-tiba saja aura membunuh yang sangat kuat terasa menusuk kesadaran setiap makhluk yang berada disekelilingnya. Sayap pemilik suara tersebut semakin menjadi memerah karena apa yang ia duga ternyata benar. Ya, dia Youngmin. Jo Youngmin.

“Hyung, kontrol emosimu.”, Kwangmin memperingatkan hyung 6 menitnya itu. Tangannya mencengkram pergelangan tangan Youngmin. Agar namja blonde itu tak bertindak gegabah yang nantinya malah akan membuat dirinya sendiri rugi.

Youngmin yang mengerti maksud saeng 6 menitnya, mencoba untuk tenang dengan menghela nafas panjang. Perlahan, sayap yang tadinya berwarna merah itu berubah menjadi warna putih kembali lalu melipat rapi dibalik punggungnya. Mata biru yang tadinya membara itu juga sudah kembali normal. Seperti mata setengah malaikat kembar, biru azzura.

Dilihatnya, JiEun mulai mengerjap-erjapkan matanya. Pertanda ia sudah mulai siuman. Dan betapa terkejutnya ia, melihat kebawah yang penuh dengan lautan iblis. Apalagi, yeoja ini merasa tubuhnya kaku. Tidak dapat digerakkan. Hanya kepalanya yang dapat bergerak.

“Aku tak bisa membiarkannya seperti itu terlalu lama.”, peringat Youngmin ketika melihat air muka JiEun yang semakin panik pada tiap detiknya.

“Hyung, kau lihat anjing cihua-hua itu?”, tanya Minwoo datar.

“Ne. Wae?”, jawab Youngmin singkat.

“Dari tadi..”, jawab Minwoo. “Mata anjing itu melihat kearah kita.”, sambung Jeongmin.

“KALIAN TAU SEBERAPA NIKMAT DARAH DARI KETURUNAN SALAH SATU PEMBASMI IBLIS!!? PEMILIK KUIL?!!”, tanya Donghyun dari kejauhan yang masih dapat terdengar dalam radius 1,5 km. Kemudian, disambut dengan sorakan riuh iblis-iblis menjijikkan dibawahnya. Membuat perlahan, tubuh JiEun turun 1 inch pada tiap detiknya.

“Mianhamnida.”, kata Youngmin lirih. Secepat mungkin, sayap birunya membentang dan melesat cepat menuju JiEun. Sayap biru, mencerminkan sebuah kebulatan tekad. Dengan telapak tangan besarnya, Youngmin memutus kontak Donghyun pada tubuh JiEun. Membuat JiEun jatuh dari tempatnya melayang tadi. Lalu, secepat mungkin, ia mendekap JiEun dan terbang menjauh. Tapi, tepat setelah Youngmin mendekap JiEun, sebuah anak panah menusuk salah satu sayapnya.

Secara reflek, Youngmin kehilangan keseimbangannya dan jatuh tersungkur dengan JiEun di pelukannya.

“Hyung!”, seru Kwangmin terkejut. Baru saja ia hendak menolong hyungnya yang kini tengah dikelilingi iblis-iblis haus darah suci, kalau saja Jeongmin tidak mencegahnya.

“Andwae. Kau harus percaya, Kwang.”, ucap Jeongmin lirih. Matanya terlihat sayu memandang Youngmin dan JiEun haru. Sedetik kemudian, sebuah kilatan terlihat jelas dimatanya, melihat Donghyun—sang manusia iblis bengis—hanya tertawa puas memandang keadaan Youngmin.

Minwoo dan Kwangmin terkejut dengan kilatan pada mata Jeongmin tersebut. Jika mata Jeongmin, sang malaikat murni, sampai berkilat, pertanda buruklah itu.

JiEun membuka matanya perlahan. Matanya terbuka sempurna ketika ada bercak merah di tubuh Youngmin. “Oppa? Oppa, ireona!!”, pekik JiEun menyadari kesadaran Youngmin yang kian menipis.

“Minwoo, jangan-jangan.. Panah itu..”, ucap Kwangmin lirih. Ia sengaja menggantung kalimatnya.

“Ne, Kwangmin. Panah itu berlapis racun black scorpio. Bukan sembarang Black Scorpio. Mereka mendapatkannya dari Dewa Legato—penjaga neraka keempat.”, jawab Minwoo meneruskan ucapan Kwangmin yang tadi ia sengaja gantungkan.

Mata mereka membelalak tiba-tiba. Karena dengan tiba-tiba juga, Youngmin dilempar ke langit oleh sebuah rantai duri yang dikendalikan oleh Donghyun. Dan saat tubuh Youngmin tertarik oleh gravitasi lagi, dengan kasar diraih kembali oleh rantai duri itu.

Membuat tubuh sekaligus sayap Youngmin berubah menjadi warna merah. Darah segar mengalir dari luka-luka akibat rantai itu yang menancap di tubuh Youngmin. Youngmin hanya bisa merintih  perih. Ia tak bisa melawan. Tenaganya seperti terhisap habis oleh tatapan mata Donghyun. Rantai itu melilit semakin erat tubuh Youngmin.

“KAU TAU, BOCAH!? TAKDIRMU ADALAH MATI!!”, ucap Donghyun ganas. Sedetik kemudian, Youngmin sudah tak berdaya. Tubuhnya terkulai lemas dengan lilitan-lilitan yang mengekangnya.

“O-oppa?”, panggil JiEun tak percaya.

“H-hyung?”, panggil Kwangmin pula dengan lirih. Air matanya menetes. Membuat suasana mendadak terasa mencekam.

Tak sanggup lagi menahan semua amarah yang tengah mereka rasakan, merekapun terbang atau lebih tepatnya terjun ke dalam lautan iblis itu. Hingga perangpun tak dapat terhindari lagi. Pedang beradu kuku tajam. Sayap beradu tanduk merah padam.

Sedangkan JiEun, hanya terisak-isak melampiaskan segala rasa sakit yang tengah dirasakannya. Youngmin... Jo Youngmin, dia sudah berlumuran darah. Dan kini ia lihat, Donghyun tengah menyantap tubuh tak berdaya Youngmin. Membuat hati JiEun terbakar rasa amarah yang semakin meluap-luap.

Terlalu sibuk dengan suasana hatinya, membuat JiEun tak sadar jika hanya tersisa ialah satu-satunya ‘mangsa’ disini. Jo Kwangmin, No Minwoo, Shim Hyunseong bahkan sang malaikat murni—Lee Jeongmin sekalipun sudah hilang tak berbekas berkat kerakusan iblis-iblis menjijikkan itu.

Mendadak, mata JiEun menjadi putih. Aura hitam pekat menyelimutinya. Di belakangnya, nampak seorang dewi paling kuat di Neraka menjadi latar belakangnya. Dewi Lilith.

“AKU TIDAK AKAN MELEPASKAN KALIAN SETELAH APA YANG KALIAN PERBUAT SAAT INI.. KHU KHU KHU... KALIAN AKAN MEMBAYAR SEMUA ITU!”, ucap JiEun lirih dengan smirk yang sangat menakutkan. Tanpa basa-basi lagi, JiEun segera beranjak dan berjalan dengan langkah yang terlampau mantap ke arah Donghyun. Bukan dengan mudah, tentu saja. Iblis bawahan Donghyun berusaha mencegahnya. Satu diantaranya adalah untuk mencegah yeoja itu mendekati majikannya dan yang lainnya hanya ingin menyantap jiwa seorang dewi. Tentu, mereka-para iblis rendahan itu-bukanlah tandingan sang dewi terkuat di neraka. Bahkan tanpa perlu menjentikkan jarinya, iblis-iblis itu sudah terkapar.

Darah hijau dan biru maupun ungu kental yang keluar dari tiap potong tubuh iblis bermacam-macam level yang sedang dibasminya. JiEun seperti kesurupan. Jiwanya dikontrol sepenuhnya oleh amarah dan balas denam akan kematian teman-temannya diimbangi dengan kekuatan dewi Lilith..

“D-D-Dewi L-Lilith..”, ucap Donghyun terbata-bata saat Jieun mendekat kearahnya. Hanbeok motif bunga cantik yang tengah dikenakan JiEun pun telah bercampur dengan cipratan darah-darah iblis tadi.

“KAU TAU? KHU KHU KHU.. AKU SEDANG LAPAR SEKARANG”, ucap JiEun santai dengan mata yang beruraian liquid bening lalu dalam hitungan sepersekiandetik menerjang ke arah Donghyun dengan amarah yang mendesak keluar di dadanya.


KLIK! JiEun mengerjap-erjapkan matanya. Lalu ia terduduk dengan segera. Peluh membasahi seluruh tubuh mungil yeoja kyeopta itu. Perlahan, ia menelan salivanya tanda kalau ia sedang takut. Segera saja, ia beranjak dan berlari.

“Youngmin~!!!”, teriaknya sambil berlari kearah dapur. Melihat di dapur ada namja yang ia cari, JiEun langsung menghambur memeluk Youngmin. Membuat sang empunya terkejut bukan main hingga telur yang ia pegang jatuh ke lantai karena dorongan JiEun.

“Yak! JiEun! Kenapa kau ini, eoh!?”, sentak Youngmin kesal. Pasalnya, telur tadi adalah telur  terakhir yang ia punya. Kwangmin yang duduk tak jauh dari situ hanya sedikit melirik dari buku filosofi dunia-nya dan kembali melanjutkan acara membacanya.

“Oppa, tadi aku bermimpi aneh. Aku, kau, Kwangmin dan yang lainnya hidup di zaman Edo. Kita semua masih memakai pakaian hanbeok. Lalu, matamu berubah warna menjadi warna biru azzura. Dan kau melawan iblis-iblis ular. Tapi, kemudian aku diculik dan disandera oleh Donghyun-oppa. Terus-…”, JiEun nyerocos begitu saja. Membuat Youngmin dengan segera memotong kata-katanya.

“Sstt.. Kaun ini bicara apa? Kita sekarang ada di abad 21, JiEun sayang.”, potong Youngmin lembut sambil mengelus-elus puncak kepala JiEun. Namja ini mengerti bahwa JiEun baru saja bermimpi buruk.

JiEun menatap mata Youngmin dalam. Lalu ia mengangguk dan memeluk Youngmin lagi. “Di mimpiku, Oppa mati karena dibunuh oleh Donghyun-oppa. Semuanya mati karena dibunuh Donghyun-oppa. Lalu aku berubah menjadi Dewi neraka yang menyeramkan saking marahnya. Oppa, aku takut..”, ucap JiEun dalam pelukan Youngmin.

“Tidak perlu difikirkan, chagi. Itu hanya mimpi.”, balas Youngmin menenangkan sambil menepuk-nepuk punggung Jiah lembut. Setelah ia rasa JiEun sudah stabil, Youngmin perlahan mendorong JiEun agai ia bisa menatap wajahnya yang ia yakin akan terlihat sangat lucu saat ini. “Tatap aku, chagi.”, perintah Youngmin lembut.

JiEun  perlahan mendongakkan kepalanya sambil menghapus air matanya.

“Jika kau bermimpi buruk lagi, kau hanya perlu mengambil segelas air dan meminumnya. Cuci mukamu dengan air dan kembalilah tidur. Jangan terlalu difikirkan, nae? Nanti wajah kyeopta yeojachinguku ini berkeriput. Kan jadi tidak kyeopta lagi..”, kata Youngmin lembut lalu mencubit hidung mungil JiEun agar yeoja ini tidak tegang lagi.

JiEun hanya menunduk sambil mengusap hidungnya lembut. Ia tarik kedua garis bibirnya hingga terbentuknya sebuah senyum yang sempurna di bibirnya.

“Sudah kubilang, ajari yeojachingumu itu untuk berdo’a pada Tuhan sebelum tidur.”, sela Kwangmin dari sudut ruangan. Tajam dan berat. Membuat JiEun menoleh kearahnya dan terkekeh pelan.

“Eoh? Jangan-jangan kau lupa berdo’a, JiEun?”, terka Youngmin yang sukses membuat semburat merah tergambar di kedua pipi JiEun..

JiEun hanya  terkekeh sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. “Mian, mian. Lain kali aku tak akan lupa lagi. Yaksohae!”, jawabnya cengengesan.

Youngmin yang geram dengan JiEun langsung saja menggelitikinya sebagai hukuman. JiEun berusaha menghindar karena sungguh ia adalah yeoja yang mudah sekali merasa geli. Sementara itu, Kwangmin yang masih asyik membaca buku dihadapannya, tersenyum misterius. Bahkan terlihat seperti senyum merendahkan.

--THE END—

Drabble [Donghyun]


Tittle   : Who’s Baka?
Cast     : Kim Donghyun
              Mei Nara
Genre  : Romance
Rating : T+
Length : Drabble

Caution!!
This FF only in my imagine.. Not on real.. If there’s some scent which same in the real, it’s just coindence~ No Plagiarizm, No CoPas, No pretend this is your FF!!! I’ll be so angry and will waiting you in the hell to blablablabla... just ignore~

Sorry if there’s still many typo(s) in this FF :3 I’m only a human who unperfect..

Someone who honest, will have a good live J
Please be honest, nae readersdeull J I can see you~



Tokyo, December 12nd 2012
Kurasakan mataku sangat berat saat ini. Tapi, aku terus mencoba untuk membuka mataku perlahan. Ketika kedua mataku sukses terbuka, hanya ada warna putih di sekelilingku. Semua benda di sekililingku berwarna putih. Kecuali sebuah selimut dan baju yang tengah kupakai, warnanya hijau kebiru-biruan.

Apa aku sekarang sedang berada di rumah sakit? Tapi, kenapa aku bisa berada disini? Terakhir kali kuingat, aku sedang menyelamatkan seorang anak yang terjebak dalam suatu kebakaran bersama Nara. Ah, Nara! Kemana yeoja itu? Huh, apa dia tidak perduli denganku, eoh? Menyebalkan =3=”

Diluar, terlihat pohon bunga sakura yang sedikit demi sedikit mulai meranggas. Kenapa terasa cepat sekali? Terakhir kali kulihat, pohon-pohon masih indah dan lebat. Atau mungkin, hanya perasaanku saja ya? Ah! Tak mungkin kan sebuah pohon dapat meranggas sebegitu cepat. Yeah, pasti cuma perasaanku saja terakhir kali aku melihat pohon-pohon masih dalam keadaan rimbun.

Pintu tiba-tiba terbuka perlahan. Menampakkan seorang suster  lengkap dengan apalah itu yang ia bawa aku tidak tau. Suster itu tersenyum ramah kepadaku dan kubalas dengan senyumanku yang tak kalah ramah.

“Anda sudah sadar, Donghyun-san?”, tanya suster itu ramah mencoba untuk berbasa-basi denganku sambil mengecek kantung infus di sebelahku.

Aku hanya membiarkan kegiatan suster itu. Aku hanya menggumam mengiyakan. “Memangnya apa yang sudah terjadi padaku?”, tanyaku kemudian dengan Bahasa Jepang yang akhir-akhir ini memang sedang kupelajari.

“Anda terjebak dalam sebuah kebakaran,  Donghyun-san.”, jawab suster itu.

Tiba-tiba terlintas tentang perempuan itu di otakku. “Bagaimana dengan keadaan Mei Nara, suster? Bukankah dia juga terjebak bersamaku?”, tanyaku lagi.

Dudter tersebut mengalihkan kegiatannya sebentar untuk menatapku. “Mei Nara?”, ulang suster itu dengan alis yang berkerut tanda ia sedang merasa bingung.

“Hai’. Dia juga terjebak bersamaku di dalam rumah yang kebakaran lalu.”, terangku.

“Tidak ada pasien di rumah sakit ini yang bernama Mei Nara, Donghyun-san.”, jawab suster itu sambil mengingat-ingat. Dia memegang peningnya tanda ia memang sedang mengingat-ingat lalu memandangku dan tersenyum. "Benar. Tidak ada pasien bernama Mei Nara", tambahnya memastikan pernyataannya yang tadi.

Tidak ada? Oh, apakah itu artinya Nara baik-baik saja? Ah, syukurlah.
“Hai’. Arigatou gozaimasu.”, ucapku sopan ketika suster itu membungkuk meminta izin untuk pergi.

Hah~ kenapa disini sepi sekali? Ketika suster itu pergi, suasana menjadi sunyi dan senyap lagi. Kenapa Nara tak menjengukku ya? Haish -_- Aku akan menghukumnya saat aku sudah sembuh nanti.

Aku kembali melihat kearah luar jendela. Tapi, pandanganku teralih ke sebuah boneka Panda yang cukup besar di atas meja disamping ranjangku. Kucoba gerakkan tanganku untuk meraihnya.

Panda ya? Pasti dari Nara. Dasar yeoja itu, benar-benar maniak panda. Kulihati boneka itu.di bagian perutnya, ada sebuah lingkaran berwarna merah dengan tulisan “Press” di tengah-tengahnya. Aku mencoba menekannya.

“Baka onii-san”, bunyi boneka itu dengan suara milik Nara. Aku hanya tersenyum simpul. Yeoja itu.. benar-benar deh..

Kukembalikan lagi boneka itu pada tempatnya. Lagi-lagi, pandanganku teralih. Ada sepucuk surat di atas meja. Kutunda pengembalian boneka panda itu dan beralih membuka lipatan demi lipatan kertas berwarna biru tersebut.

Tokyo, August 21st 2012
Dear, Kim Donghyun

Hi, Onii-san! Apa kau sudah baikan? Ahaha, semoga saja kau dalam keadaan baik-baik saja saat membaca surat ini, ne? Aku akan menjambak rambutmu kalau kau tidak dalam keadaan baik. Kekeke~

Onii-san, kau ini bodoh sekali ya? Kenapa membantuku hingga memasuki rumah yang kebakaran itu? Aku ‘kan bisa mengerjakannya sendiri. Ingat? Ayahku seorang Kepala Pemadam Kebakaran. Jadinya kau sakit begini ‘kan?
Tapi untunglah anak yang kita selamatkan waktu itu tidak terluka. Malah ganti kau yang terluka! Baka onii-san!!

Aku berhenti sesaat dan terkekeh pelann. Aigoo, kenapa yeoja ini senang sekali ya mengataiku bodoh? Hey, bahkan IQ-ku 3 angka lebih tinggi darinya. Dasar! Nanti, aku akan benar-benar menghukumnya nanti.

Onii-san, kau tau tentang cerita gadis penjual korek api? Gadis itu mati dalam salju karena kedinginan. Kau hampir saja berakhir sama sepertii gadis itu kalau saja tidak ada aku! Lihat, siapa yang bodoh? Hahaha
Bagaimana keadaan mata dan paru-paru barumu? Semoga kau menyukai dan nyaman dengan mereka. Kata dokter, matamu terkena serpihan arang sehingga matamu sudah tidak bisa berfungsi dengan normal lagi. Lalu, paru-parumu juga. Kau terlalu banyak menghirup karbondioksida. Aku sudah berusaha mencari organ pengganti untukmu. Tapi kau tau ‘kan, Onii-san? Stok untuk paru-paru sangatlah jarang.

Onii-san. Tolong jaga pemberianku itu di dalam tubuhmu  ya? Jangan buat aku merasa menyesal sudah mendonorkan mata dan paru-paruku untukmu. Onii-san harus hidup bahagia dan menjadi sukses untuk membangun taman bermain yang kita impikan dulu. Aku akan selalu kau ingat dalam hatimu ‘kan, Onii-san? Lagipula, sebagian darahku juga sudah bercampur dalam nadimu. Tidak ada alasan untukku pergi jauh-jauh darimu. Kekeke~

Oh ya! Pelihara panda-ku ya, Onii-san! Jangan lupa diberi makan :D dan jangan biarkan warna putihnya menjadi abu-abu atau aku akan datang dan mencekikmu nanti XD

Onii-san, Kimi o aishiteru. Kimi o totemo aishiteru.
Onii-san tidak boleh jadi orang bodoh lagi ^_^

Your beloved,
Mei Nara


Suasana disekitarku mendadak mencekam. Ruangan yang kutempati ini terasa semakin kecil dan menyesakkan. Tak sadar, kertas biru itu jatuh begitu saja. Begitu juga air mataku. Hatiku terasa sangat sakit dan sesak. Seperti aku sudah kehabisan stok Oksigen dalam paru-paruku. Tunggu, paru-paruku? Ini bukan paru-paruku! Ini paru-paru Nara! Dan juga mata ini, darah ini. Aku bisa hidup karena Nara. Dasar Baka! Nara bodoh! Kenapa menyelamatkan hidupku? Kenapa tak membiarkanku mati saja!?

Aku menangis terisak. Membiarkan diriku terlihat seperti namja lemah. Aku benci! Aku benci semua ini! Paru-paru, mataku dan juga hidupku! Aku benci semuanya!! Nara, kenapa kau tak mengerti? Dalam hidupku, harus ada nama Mei Nara. Harus ada sosok Mei Nara! Tanpamu, aku hanya seongok tubuh tak bernyawa.

Aku meremas boneka panda pemberian Nara. Hingga tak sengaja, bagian perutnya kutekan. “Baka onii-san”, bunyinya. Aku menatap boneka panda itu. Kaulah yang baka, Nara, bathinku miris. Tiba-tiba terlintas harapan kecil Nara dalam surat tadi.

Menjadi sukses untuk membangun taman bermain impian kita? Itukah keinginan terbesarmu hingga rela memberikan hidupmu? Nara, gomen ne.. Yeah, aku tak akan membuatmu menyesal, Nara. Aku akan membuatmu bangga kepadaku. Arigatou, Nara. Mei Nara. Atas apa yang sudah kau berikan kepadaku. Aku akan menjadi sukses untuk membangun impian kita bersama. Tunggu aku disana, Nara. Kimi o aishiteru.


---THE END---